Melek Perangkat Digital Bikin Bisnis Mikro Kecil Indonesia Lebih Terangkat
Riset ini menemukan sejumlah kesulitan yang dialami pelaku UMK di Indonesia, seperti kebutuhan pendampingan, ketersediaan kredit.
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mastercard Center for Inclusive Growth bekerja sama dengan Mercy Corps Indonesia dan 60 Decibels baru-baru ini membuat riset tentang usaha mikro kecil (UMK) di Indonesia.
Hasil riset ini kemudian dihimpun dalam sebuah laporan bertajuk Small Business Barometer Report dan berhasil mengidentifikasi tiga tantangan utama yang menghambat pertumbuhan UMK di Indonesia, yaitu kurangnya literasi digital, dukungan struktural yang kurang memadai serta terbatasnya akses kredit.
Riset ini menemukan sejumlah kesulitan yang dialami pelaku UMK di Indonesia, kebutuhan pendampingan, ketersediaan kredit, cita-cita pengembangan usaha mereka serta sejauh mana pemahaman mereka terhadap dunia digital untuk menunjang pengembangan usaha.
Umumnya mereka mengetahui dan antusias terhadap manfaat perangkat digital, namun tidak memiliki keterampilan untuk menggunakannya.
Dari riset ini juga diketahui, 7dari 10 UMK yakin akan kemampuan mereka dalam memanfaatkan perangkat digital untuk meningkatkan operasional bisnis. Namun, 64 persen UMK mengakui tidak mengetahui perangkat digital apa yang tepat untuk pengembangan bisnisnya.
Selain itu, hampir 70 persen UMK mengakui pentingnya peran layanan seperti pelatihan keterampilan bisnis, pemasaran digital, dan keuangan. Namun, hanya sepertiga dari mereka yang telah mengakses layanan dukungan untuk bisnis mereka.
Mayoritas UMK juga belum pernah menggunakan kredit atau pinjaman dalam 12 bulan terakhir karena memang tidak membutuhkan kredit dan ketidakmampuan membayar cicilannya.
Temuan ini sejalan dengan data Kementerian Kominfo yang menunjukkan bahwa skor indeks literasi digital Indonesia berada di angka 3,54 dari 5 pada 2022.
Maliki, Ph.D., Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Bappenas mengatakan, dengan memanfaatkan hasil riset Barometer Report ini para pembuat kebijakan bisa menjalankan program yang tepat sasaran demi mendorong pertumbuhan usaha mikro dan kecil yang berkelanjutan di Indonesia.
Sementara itu, Subhashini Chandran, Vice President, Social Impact, Asia Pacific, Mastercard Center for Inclusive Growth, menyatakan,riset data yang disajikan Small Business Barometer Report ini presisi karena dihimpun langsung dari suara para pelaku UMK tentang apa yang mereka hadapi setiap hari dan hal apa saja yang mereka butuhkan untuk mengembangkan usahanya ke depan.
Sejak 2017, perusahaannya telah mendukung lebih dari 1,8 juta usaha kecil untuk mempercepat akses terhadap produk finansial dan solusi digital melalui pelatihan, pendampingan, serta konten edukasi lewat program Strive dan Mastercard Academy 2.0.
Dia mengatakan, melalui laporan ini, pihaknya berupaya menjadi katalis penting bagi digitalisasi serta akses terhadap kredit dan pasar bagi usaha kecil di Indonesia.
Ade Soekadis, Executive Director Mercy Corps Indonesia, menambahkan, hasil riset ini memberikan pemahaman kepada para pemangku kepentingan dan pemilik usaha kecil demi memastikan UMKM mendapatkan dukungan yang benar-benar menyeluruh agar usaha yang mereka geluti bisa berkembang.
Baca juga: Pentingnya Peran Teknologi AI Kembangkan Usaha Mikro Kecil dan Perusahaan Digital
Dia mengatakan, temuan dari riset ini memiliki potensi besar untuk memberdayakan usaha kecil di Indonesia.
Para pemangku kepentingan di sektor publik dan swasta serta organisasi non profit dapat memanfaatkan laporan ini untuk merancang kebijakan yang inovatif, meningkatkan kualitas produk dan layanan, dan menciptakan berbagai program yang dapat meningkatkan kapasitas dan produktivitas.
Baca juga: Was-was Bos Smesco, PHK Karyawan Tokopedia Berdampak ke UMKM
Riset ini menggunakan metode wawancara langsung dengan responden 835 usaha kecil di perkotaan
dan pedesaan mulai dari November 2023 hingga Januari 2024 dan secara khusus menyasar pemilik usaha mikro.
Usaha mikro dimaksud adalah usaha kecil yang hanya punya 1-4 karyawan dan usaha kecil yang punya 5-19 karyawan dengan cakupan usaha di bidang makanan dan minuman, mode, kerajinan non-mebel, serta sektor yang berkaitan dengan pariwisata.