Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Subsidi BBM Membengkak, Pemerintah Diminta Menekan Pembiayaan Tidak Produktif

Ketua Komisi VII meminta pemerintah mengkaji secara serius terkait subsidi bahan bakar minyak (BBM)

Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Sanusi
zoom-in Subsidi BBM Membengkak, Pemerintah Diminta Menekan Pembiayaan Tidak Produktif
Endrapta Pramudhiaz/Tribunnews.com
Pertamax Green 95 merupakan produk BBM yang memiliki RON 95, setara dengan BP 95, Shell V-Power, dan Revvo 95. Pertamina mambenderolnya dengan harga Rp 13.500 per liter. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto meminta Pemerintah agar menekan pembiayaan-pembiayaan yang tidak produktif dan tidak berpengaruh kepada masyarakat dapat dikaji ulang.

Menurut Sugeng, hal itu untuk menghemat pengeluaran Pemerintah disebabkan membengkaknya subsidi APBN di tengah melemahnya kurs rupiah terhadap dolar.

"Sebagaimana juga zaman dulu, misalnya proyek-proyek mercusuar dan sebagainya itu ditangguhkan, mengingat dalam waktu dekat ini sudah barang tentu implikasinya luar biasa," ujarnya saat dikonfirmasi wartawan, Minggu (30/6/2024).

Baca juga: Harga BBM Subsidi Batal Naik Per Juli 2024, Berikut Rinciannya

Di sisi lain, Sugeng juga meminta pemerintah mengkaji secara serius terkait subsidi bahan bakar minyak (BBM). Kajian diperlukan untuk mengurai masalah subsidi yang dirasa semakin mencekik APBN.

Masalah lain muncul karena harga produksi BBM kian naik. Harga produksi BBM jenis Pertalite sudah naik dari Rp 12.400 menjadi Rp 13.500 per liter. Angka itu lebih tinggi Rp 3.500 dibandingkan dengan harga jual di SPBU Pertamina saat ini yakni Rp 10.000.

"Pertalite dengan harga jual Rp 10.000 (per liter), itu harga produksinya kurang lebih Rp 12.400. Bahkan, akhir-akhir ini akan naik kurang lebih menjadi Rp 3.500. Jadi Rp 13.500 harga realnya," tambahnya.

BERITA REKOMENDASI

Dia mengatakan, selisih harga produksi dan harga jual tersebut bisa memberikan beban berat bagi Pertamina. Terutama, bila penyaluran Pertalite melebihi kuota yang telah ditentukan pada 2024 yakni 31 juta kilo liter.

"Setiap liternya itu kurang lebih Rp3.500 dikalikan 31 juta kiloliter. Itu untuk Pertalite di 2024 ini kita targetkan demikian. Dan prognosa yang ada itu tampaknya akan terlampaui, bahkan menjadi 32 juta kiloliter. Nah ini kan beban juga bagi korporasi sebagaimana saya kemukakan tadi," jelas Sugeng.

Baca juga: DPR Ingatkan Pemerintah Tak Cari Kesempatan Naikkan Harga BBM dengan Alasan Pelemahan Rupiah

Selain Pertalite, kata Sugeng, BBM jenis Solar juga mengalami masalah yang sama. Harga keekonomian Solar mencapai Rp 12.100, sementara harga jual di SPBU hanya Rp 6.800. Padahal, subsidi dari pemerintah hanya Rp 1.000 per liter.

"Solar ini juga sudah mengalami problem yang cukup serius, karena subsidi Solar kita tetapkan antara Rp 1.000-Rp 3.000, malah ditetapkan oleh pemerintah Rp 1.000 per liter. Nah inilah juga yang terus-menerus kita hitung," urainya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas