Alarm Industri Indonesia 'Menyala', Kemenperin Sebut Sumbernya
Peraturan tersebut merelaksasi impor barang-barang dari luar negeri yang sejenis dengan produk-produk yang dihasilkan di dalam negeri.
Penulis: Lita Febriani
Editor: Hendra Gunawan
Kondisi darurat yang dialami industri manufaktur dapat dilihat dari fenomena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang disebabkan penurunan permintaan pasar global dan membanjirnya produk impor yang ‘dilempar’ ke pasar dalam negeri akibat restriksi perdagangan oleh negara-negara lain.
Menurut Febri, apabila Indonesia tidak menerapkan peraturan terkait hal tersebut, produk-produk impor akan semakin membanjiri pasar dan memukul mundur produk-produk dalam negeri.
Para pelaku industri juga menyatakan perlunya penyesuaian peraturan yang saat ini berjalan.
Kompartemen Sumber Daya Manusia Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Harrison Silaen, menyebut pemerintah perlu memiliki arah jelas untuk menangani masalah industri tekstil jika menganggap industri tersebut penting.
"Saat ini, pengusaha lokal sulit bersaing dengan produk tekstil yang masuk dengan masif," ujar Harrison.
Economics Director S&P Global Market Intelligence Trevor Balchin, menyatakan PMI masih bertahan di atas tren rata-rata jangka panjang, namun perkiraan Indeks Output Masa Depan tidak bergerak dari posisi pada bulan Mei dan merupakan bagian dari yang terendah dalam rekor.
Hal ini menggambarkan kekurangan perekrutan pada bulan Juni dan penurunan pertama pada penumpukan pekerjaan dalam tujuh bulan. Arah pergerakan menunjukkan penurunan drastis pada permintaan baru di awal semester kedua pada tahun ini, yang merupakan kontraksi kedua sejak pertengahan 2021.
"Peringatan dini dari ekonom S&P ini harus kita antisipasi agar Indonesia tidak lagi kehilangan momentum peningkatan pertumbuhan sektor manufaktur sebagaimana negara industri dunia lainnya," terang Febri.