Ekonom INDEF Ingatkan Pemerintahan Prabowo, Harus Siap Dihakimi Pasar Jika 'Ngemplang' Bayar Utang
Per 30 April 2024, total utang jatuh tempo pemerintah di tahun 2025 saat Prabowo mulai berkuasa akan mencapai Rp 800,33 triliun.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Choirul Arifin
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) memperingatkan Pemerintahan Presiden Terpilih RI 2024-2029 Prabowo Subanto agar tidak menghindari utang pemerintah RI yang jatuh tempo pada 2025 sebesar Rp 800 triliun.
Menurut data Kementerian Keuangan, per 30 April 2024, total utang jatuh tempo pemerintah di tahun 2025 saat Prabowo mulai berkuasa akan mencapai Rp 800,33 triliun.
Utang ini berasal dari surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 705,5 triliun dan utang pinjaman Rp 100,19 triliun.
Karena mayoritas utang tersebut berbentuk SBN, mau tidak mau harus dibayar tepat waktu saat jatuh tempo. Tidak ada ruang negosiasi untuk menunda pembayarannya.
Jika Pemerintahan Prabowo menghindari pembayaran utang ini, mereka harus siap jadi sasaran penghakiman pasar.
"Sebanyak 70 persen lebih utang ini adalah SBN. SBN ini enggak ada negosiasi kompromi gitu. Enggak bayar, ya kita hakimi. Kan ke pasar. Bukan kayak dulu."
"Jadi, harus siap kalau berhadapan dengan pasar. Kalau nggak komit, ya dihakimi," ujar Direktur Pengembangan Big Data INDEF Eko Listiyanto di acara diskusi bertajuk Warisan Utang Untuk Pemerintah Mendatang, dikutip Jumat (5/7/2024).
Dalam kesempatan sama, Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eisha M. Rachbini memandang utang jatuh tempo ini harus menjadi sesuatu yang diwaspadai oleh Pemerintahan Prabowo.
Pasalnya, Prabowo memiliki sejumlah program unggulan yang memiliki anggaran jumbo. Sebut saja makan bergizi gratis yang pada tahun depan telah dianggarkan di APBN 2025 sebesar Rp 71 triliun.
"Ini sebenarnya perlu kewaspadaan di tengah-tengah program pemerintah yang fantastis, jumbo, menjalankan pembiayaan terhadap program itu ditambah dengan utang jatuh tempo," ujar Eisha.
Baca juga: Warisan Utang Jatuh Tempo Pemerintahan Jokowi Rp 800 Triliun di 2025, Prabowo Perlu Waspada
Dalam menyikapi ini, Pemerintahan Prabowo dinilai harus menggenjot pendapatan negara agar meningkat, jangan sampai malah menurun.
Jika kelak pendapatan negara tidak naik atau bahkan menurun, defisit fiskal tentu akan kena dampaknya, yakni menjadi semakin lebar.
"Kalau pendapatannya tetap atau turun, justru jadinya defisitnya akan besar. Pembiayaan lewat mana? Ditutup lagi bisa jadi lewat utang baru lagi. Ini rasanya jadi kayak kita enggak bisa lepas dari utang," ujar Eisha.
Baca juga: Daripada Buat Bangun IKN, Ekonom Sarankan Prabowo Prioritaskan Anggaran untuk Program Makan Bergizi
Oleh karena itu, ia menekankan agar Pemerintahan Prabowo bisa waspada dan hati-hati untuk ke depannya.
"Jadi memang perlu kewaspadaan, kehati-hatian, bagaimana ke depan dengan program-program yang banyak dengan (utang) jatuh tempo di 2024, 2025, dan tahun-tahun berikutnya. Ini akan memberikan dampak terhadap keseimbangan fiskal kita," pungkas Eisha.