Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Faisal Basri Heran Ada Program Iuran Pekerja untuk Tapera: Agak Lain

Faisal Basri mengkritik rencana pemerintah memungut iuran Tapera dari para pekerja sebesar 2,5 persen dari penghasilan bulanan mereka.

Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Faisal Basri Heran Ada Program Iuran Pekerja untuk Tapera: Agak Lain
Endrapta Pramudiaz/Tribunnews.com
Ekonom senior INDEF Basri dalam diskusi publik INDEF di Jakarta, Senin (5/2/2024). 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom senior INDEF Faisal Basri mengkritik rencana pemerintah memungut iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dari para pekerja sebesar 2,5 persen dari penghasilan bulanan mereka.

Menurut Faisal Basri, di tengah kondisi daya beli masyarakat yang sedang tertekan, pungutan iuran Tapera hanya akan membuat daya beli masyarakat semakin menurun.

"Tapera sih agak lain. Daya beli sedang mengalami tekanan. Nah digembosin lagi daya beli dengan upah buruh 2,5 persen dipotong untuk Tapera," kata Faisal kepada wartawan di Jakarta, dikutip Jumat (5/7/2024).

Lewat hitung-hitungan sederhananya, dengan potongan iuran sebesar 2,5 persen, Faisal bingung bagaimana pekerja bisa mendapatkan rumah dari situ. Belum lagi ada harga tanah yang terus meningkat.

"Kalau 2,5 persen, hitung saja dengan sederhana, kapan berapa puluh tahun kira-kira dia punya rumah? Karena taperanya naik gini, harga tanah gini, kapan punya rumahnya?" ujarnya.

Adapun setoran dana Tapera yang ditarik setiap bulannya 3 persen dari gaji. Ini ditanggung bersama oleh pemberi kerja sebesar 0,5 persen dan pekerja sebesar 2,5 persen.

Berita Rekomendasi

Faisal memandang seharusnya pekerja tidak dibebankan sebesar 2,5 persen. Pemberi kerja yang harusnya mendapat beban lebih banyak.

"Nah harusnya Tapera beban buruhnya dikurangi, sumbangan perusahaannya ditambah," tutur Faisal.

Ia juga menyarankan pemerintah agar bisa mengontrol harga tanah lewat Bank Tanah. Namun sayangnya, Faisal memandang pendirian Bank Tanah oleh pemerintah bertujuan untuk hal lain.

Baca juga: Tolak Tapera, Buruh Keluhkan Sudah Banyak Potongan Wajib Setiap Bulan

"Ya, negara harus mengontrol harga tanah. Lewat apa? Bank tanah. Tapi pemerintah mendirikan bank tanah bukan buat public housing, tapi buat investor," tutur Faisal Basri.

"Jadi nggak ada yang buat rakyat itu. Rakyat itu ditekan aja. Ini rezim neolib banget, ultra neolib," pungkasnya.

Sebagaimana diketahui, iuran Tapera merupakan salah satu bentuk kebijakan pemerintah dalam menyediakan pembiayaan perumahan untuk Masyarakat Berpendapatan Rendah (MBR).

Tapera diundangkan dalam Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2016. Peraturan Pemerintah (PP) yang belakangan ini ramai di masyarakat merupakan turunan dari UU ini.

Baca juga: Apindo: Sikap Buruh dan Pengusaha Sama, Tolak Gaji Pekerja Dipotong untuk Iuran Tapera

PP yang ramai itu adalah PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang diterbitkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan ditetapkan pada 20 Mei 2024.

PP tersebut menyebutkan bahwa gaji milik pegawai negeri, BUMN, swasta, serta upah yang didapat pekerja mandiri, akan ditarik untuk menjadi simpanan peserta Tapera.

Besaran simpanan dana Tapera yang ditarik setiap bulannya yakni 3 persen dari gaji atau upah pekerja.

Setoran dana Tapera tersebut ditanggung bersama oleh pemberi kerja sebesar 0,5 persen dan pekerja sebesar 2,5 persen.

Sementara untuk pekerja mandiri atau freelancer ditanggung sendiri oleh pekerja mandiri.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas