Industri TPT Rontok Akibat Produk Impor Jadi, Kemenperin Salahkan Persetujuan Impor Kemendag
Kemenperin mengungkap sejumlah permasalahan yang saat ini sedang dialami industri tekstil dan produk tekstil dalam negeri. Apa saja?
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Sanusi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkap sejumlah permasalahan yang saat ini sedang dialami industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin Reni Yanita mengatakan, produk dalam negeri saat ini berhadapan langsung dengan banjirnya produk impor jadi yang dibanderol dengan harga sangat murah.
Baca juga: Buruh: Industri TPT Lebih Banyak Serap Tenaga Kerja Ketimbang Industri Elektronika dan Microchip
"Persetujuan impor yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan tidak mempertimbangkan faktor harga dan supply demand-nya," katanya dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (9/7/2024).
Banjir produk impor juga dijual melalui marketplace dan media sosial. Reni menyinggung keberadaan TikTok Shop yang menjual produk impor tersebut.
Baca juga: Jokowi Kumpulkan Menteri, Industri TPT Minta Segera Revisi Aturan Impor Produk Tekstil
Ada juga tantangan yang sudah ada sejak lama dan tak kunjung selesai, yakni keberadaan impor ilegal dan impor pakaian bekas atau juga dikenal dengan thrifting.
Reni kemudian mengatakan, industri TPT juga dihadapi dengan stigma sunset industry yang menyulitkan industri mengakses sumber pembiayaan.
"Padahal persentase permesinan industri TPT saat ini rata-rata di atas 20 tahun," ujar Reni.
Kemudian, ia mengatakan ada penurunan utilisasi industri konveksi dan alas kaki IKM sebesar 70 persen sejak pemberlakuan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 Tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Perdagangan 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Berbeda ketika Permendag 36/2023 berlaku, para IKM bisa mendapat order banyak, bahkan bisa juga mempekerjakan beberapa tenaga kerja tambahan.
Ketika Permendag 8/2024 berlaku pada Mei 2024 lalu, menyebabkan beberapa kontrak atau order dibatalkan.
Baca juga: Pengembangan Industri Elektronik dan Produksi Microchip Jangan Korbankan Industri TPT
"Ini menyebabkan order berkurang sebesar 70 persen terutama IKM yang menjual produk masal," tutur Reni.
Sementara itu, jika dilihat dari skala global, ada permasalahan geopolitik global yang berimplikasi pada penurunan permintaan pakaian jadi dan alas kaki dari negara tujuan ekspor, khususnya Amerika Serikat dan Uni Eropa.
India, Turki, dan Vietnam disebut juga sudah menerapkan restriksi perdagangan melalui kebijakan trade-remedies (anti-dumping dan safeguard) serta kebijakan non-tariff barrier seperti penerapan Quality Control Orders (QCO) oleh India untuk produk viscose staple fiber (VSF) alas kaki.