Banyak Mesin Usang, Produksi Gerbong Kereta di PT INKA Tak Maksimal
INKA mengajukan usulan Penyertaan Modal Negara Rp976 miliar kepada Komisi VI DPR untuk membiayai pengembangan pabrik di Madiun dan Banyuwangi.
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Industri Kereta Api (INKA) mengungkapkan terdapat sejumlah permasalahan yang membuat produksi gerbong kereta di pabriknya tidak optimal.
Direktur Utama INKA Eko Purwanto mengungkapkan, hal ini disebabkan kapasitas produksi di pabriknya yang masih relatif kecil.
Pihaknya mengajukan usulan Penyertaan Modal Negara (PMN) senilai Rp976 miliar kepada Komisi VI DPR untuk membiayai pengembangan pabrik di Madiun dan Banyuwangi.
"Kapasitas INKA saat ini sebelum ada PMN untuk kereta berpenggerak, ini hanya kerjakan di Madiun, itu 40 car per tahun. Dan untuk nanti setelah 2024 itu akan naik, tahun semester 2025 dengan PMN 2024," ungkap Eko dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR di Jakarta, Selasa (9/7/2024).
"Dan nanti setelah PMN 2025, kapasitas INKA untuk kereta berpenggerak ini bisa 320 kar per tahun," sambungnya.
Selain itu, tak optimalnya produksi gerbong lantaran hampir 40 persen dari aset produksi INKA berusia lebih dari 25 tahun, dengan 2 persen di antaranya berusia lebih dari 50 tahun.
Hal ini dinilai meningkatkan inefisiensi operasional perusahaan.
Baca juga: Resmi Beroperasi, Kereta New Generation Produksi PT INKA Manjakan Penumpang dengan Fasilitas Modern
Selain itu, pengembangan produk baru berpotensi terlimitasi akibat permesinan yang sudah tua akan sulit untuk menghasilkan produk yang lebih advanced
Sehingga, diperlukan modernisasi dari mesin dan fasilitas produksi.
Dengan demikian, Eko menegaskan bahwa PMN senilai hampir Rp1 triliun itu sangat diperlukan untuk pengembangan perusahaan pelat merah yang dipimpinnya.
Baca juga: Pengadaan 38 Trainset KRL oleh KCI, 92 Persen dari INKA, Sisanya Impor dari China
"Kondisi pabrik Madiun kami memiliki luas itu 22 hektare, ini sudah penuh dengan pesanan KAI saat ini. Mesin-mesin yang kami pergunakan untuk produksi itu 40 persen, usianya di atas 25 tahun," papar Eko.
"Dan ada beberapa mesin juga yang sudah di atas 50 tahun. Nah ini dengan pengembangan produk baru dan potensi pasar, ini potensi terlimitasi akibat kondisi peralatan produksi kami yang sudah mulai terjadi inefisiensi karena untuk operasionalnya," pungkasnya.