Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Siap-siap Beban Hidup Bakal Nambah, Ada Sinyal Kenaikan Harga BBM Subsidi Usai HUT ke-79 RI

Hingga semester I 2024, Kementerian Keuangan telah merealisasikan pembayaran subsidi energi sebesar Rp 42,9 triliun hingga semester I-2024.

Editor: Seno Tri Sulistiyono
zoom-in Siap-siap Beban Hidup Bakal Nambah, Ada Sinyal Kenaikan Harga BBM Subsidi Usai HUT ke-79 RI
Hendra Gunawan/Tribunnews.com
Hingga semester I 2024, Kementerian Keuangan telah merealisasikan pembayaran subsidi energi sebesar Rp 42,9 triliun hingga semester I-2024. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subdisi diperkirakan bakal mengalami kenaikan, setelah pemerintah berencana melakukan pembatasan pembelian.

Adapun rencana pemerintah membatasi pembelian BBM saat HUT ke-79 RI atau 17 Agustus 2024, dilontarkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan.

Luhut menyampaikan, pembatasan dilakukan agar penyaluran BBM subsidi lebih tepat sasaran.

Sehingga, lanjut dia, pemerintah bisa melakukan penghematan anggaran. Saat ini, ucap Luhut, PT Pertamina (Persero) tengah menyiapkan regulasi soal pembatasan tersebut.

"Kita berharap 17 Agustus ini kita sudah bisa mulai, di mana orang yang tidak berhak dapat subsidi itu akan bisa kita kurangi," ucap Luhut dalam video, dikutip Rabu (10/7/2024).

Baca juga: Subsidi BBM Membengkak, Pemerintah Diminta Menekan Pembiayaan Tidak Produktif

Luhut mengutarakan itu, saat membahas pengunaan BBM sehubungan dengan defisit APBN 2024. Menurut Luhut, dengan pembatasan tersebut, pemerintah dapat melakukan penghematan dalam APBN 2024.

Selain pembatasan BBM subsidi, pemerintah juga mendorong pengembangan bioetanol sebagai bahan bakar pengganti BBM yang berbasis fosil.

Berita Rekomendasi

Bioetanol merupakan jenis bahan bakar yang dihasilkan dari proses ferementasi bahan-bahan organik, terutama tumbuhan dengan kandungan karbohidrat tinggi.

"Kita kan sekarang berencana mau mendorong segera bioetanol masuk menggantikan bensin, supaya polusi udara ini juga bisa dikurangi cepat," kata Luhut.

Ia menyampaikan, kandungan sulfur dari bensin bisa mencapai 500 ppm, sementara bioetanol jauh lebih rendah kandungan sulfurnya bisa hanya mencapai 50 ppm. Kondisi sulfur yang tinggi tentu akan mempengaruhi kualitas udara dan berdampak pada kesehatan manusia.

Dengan pengembangan bioetanol, ucap Luhut, bisa menekan jumlah penderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), serta akan menghemat anggaran negara untuk penyakit pernapasan hingga Rp 38 triliun.

Pengembangan bioetanol sedang dilakukan Pertamina, yang diharapkan berjalan dengan baik sehingga bisa segera diterapkan.

"Kalau ini semua berjalan dengan baik, kita bisa mengemat lagi," tutur Luhut.

Menunggu Revisi Perpres 191/2014 Rampung

Dalam membatasi pembelian BBM subsidi, pemerintah perlu menunggu Revisi Peraturan Presiden No. 191 tahun 2014 selesai.

Hal itu dilakukan agar pembatasan BBM subsidi yang dilakukan pemerintah memiliki dasar hukum yang kuat.

"Kita sedang menunggu Perpres 191, di mana BBM tepat sasaran. Jangan sampai BBM ini digunakan oleh orang yang mampu, tetapi mendapatkan BBM bersubsidi," kata Menteri BUMN Erick Thohir dalam acara peluncuran TikTok Pos Aja! Creator House di Kantor Pos Kota Tua, Jakarta, Rabu (10/7/2024).

Erick menyebut, revisi Perpres 191 diharapkan tidak hanya mengatur BBM subsidi saja, tetapi untuk energi lainnya yang masih subsidi pemerintah.

"BUMN itu korporasi, bukan pengambil kebijakan. Jadi kita sangat mendukung Perpres 191 untuk segera didorong, bukan hanya buat BBM, tetapi kita harap juga buat gas karena LPG sekarang impornya tinggi sekali. Ini yang harus kita benahi, jangan sampai subsidi salah sasaran," ucap Erick.

Sinyak Kenaikan Harga BBM

Ekonom Senior INDEF Faisal Basri menyatakan, kebijakan pemerintah dalam membatasi pembelian BBM subsidi menandakan bahwa sinyal harga minyak akan mengalami kenaikan.

"Ya kan artinya pemerintah enggak mampu lagi menahan subsidi tidak dinaikkan. Ini naik terus (harga minyak mentah)," kata Faisal Basri di gedung DPR, Jakarta Pusat, Rabu (10/7/2024).

"Pemerintah enggak sanggup lagi. Artinya sinyal kemungkinan besar pemerintah akan menaikkan harga BBM yang selama ini di subsidi yaitu Pertalite dan Solar," imbuh dia.

Menurut Faisal, langkah pembatasan pembelian BBM ini juga menandakan bahwa dana kompensasi pemerintah sudah meluap atau bahkan tidak sanggup membayar ke PT Pertamina.

"Sebelum naik kan antrian panjang dulu. Kan sudah enggak kuat lagi. Dan dana kompensasinya gelembung. Terpaksa ya 'Pertamina sorry, dana kompensasinya enggak saya bayar dulu'," jelas dia.

Bahkan dia juga menyebut pemerintah hampir tidak sanggup membayar dana kompensasi subsidi energi dari PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).

"Pernah dana kompensasi itu baru dibayar 2 tahun. Sampai PLN pernah hampir gagal bayar. Subsidi energi ya. Kan subsidi energi dan subsidi BBM. Belum lagi. Yang dahsyat itu yang hampir 100 triliun sendiri apa? LPG itu," jelasnya.

Pertamina Mengikuti Regulasi

Pjs. Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Heppy Wulansari menyampaikan, pada prinsipnya Pertamina Patra Niaga akan mengikuti regulasi atau peraturan yang ditetapkan Pemerintah.

"Paralel upaya-upaya subsidi tepat juga terus kami lakukan seperti pendataan pengguna BBM subsidi (Biosolar dan Pertalite) melalui QR code dan pendataan pengguna LPG 3 kg dengan pendaftaran menggunakan KTP," ujar Heppy kepada Tribunnews.com

Ia menyebut, hingga saat ini pendaftaran QR code untuk biosolar telah tercapai 100 persen dengan jumlah nopol lebih dari 4,6 juta pendaftar.

Pertalite telah mencapai lebih dari 4,6 juta pendaftar dan masih terus kami dorong. Untuk LPG 3 kg pendataan mencapai 45,3 juta NIK.

"Selain itu koordinasi dengan aparat penegak hukum juga terus kami lakukan untuk membantu pengawasan distribusi BBM subsidi dan LPG subsidi di lapangan," ujarnya.

Biaya Hidup Membengkak

Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Yusuf Rendy Manilet mengatakan, pembatasan pembelian BBM subsidi tentu akan berdampak terhadap daya beli masyarakat, khususnya kelas bawah dan menengah.

Namun, untuk kelas bawah, pemerintah dapat memberikan bantuan sosial sebagai bentuk dari jaring pengaman.

"Namun untuk pendapatan menengah, sejauh ini belum ada indikasi pemerintah akan melakukan atau memberikan bantuan yang sebenarnya bisa membantu daya beli mereka," tuturnya dikutip dari Kompas.com

Padahal sejumlah data menunjukan, pola konsumsi masyarakat sedang berada dalam tren perlambatan. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Bank Indonesia (BI) misalnya, yang semakin menurun, di mana pada Juni lalu berada di level 123,3.

"Ataupun misalnya PMI manufaktur yang mengindikasikan pelaku usaha menahan laju untuk melakukan ekspansi karena permintaan yang tidak setinggi dibandingkan bulan-bulan sebelumnya," ujarnya.

Dengan melihat data tersebut, Yusuf meyakini, tingkat konsumsi pada periode mendatang akan semakin melambat.

Sebab, dengan adanya pembatasan pembelian BBM subsidi, masyarakat kelompok menengah akan melakukan penyesuaian terhadap pola konsumsinya.

Baca juga: Harga BBM Subsidi Batal Naik Per Juli 2024, Berikut Rinciannya

"Bagi kelas menengah kenaikan ini justru berpotensi menekan daya beli mereka dan berpotensi mendorong mereka untuk melakukan penyesuaian konsumsi," ucap Yusuf.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan anggaran subsidi energi pada tahun ini akan membengkak.

Hal ini berdasarkan beberapa parameter perubahan mulai dari harga minyak dunia, lifting minyak dan nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS).

"Belanja dari subsidi dan kompensasi yang diperkirakan juga akan mengalami kenaikan karena adanya faktor tadi volume maupun kurs dan harga," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Rapat Kerja Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Senin (8/7).

Hingga semester I 2024, Kementerian Keuangan telah merealisasikan pembayaran subsidi energi sebesar Rp 42,9 triliun hingga semester I-2024.

Subsidi energi ini di antaranya untuk bahan bakar minyak (BBM) sebanyak 7,16 juta kiloliter atau sebesar Rp 8,7 triliun. Kemudian subsidi LPG 3 Kg sebanyak 3,4 juta kiloliter atau sebesar Rp 34,2 triliun.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas