Menteri AHY Beberkan Tiga Tantangan Kebijakan Satu Peta, Ini Daftarnya
Data yang tersedia belum bisa diakses dan dimanfaatkan secara mudah dan transparan, karena masalah interoperabilitas
Penulis: Nitis Hawaroh
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengungkapkan, setidaknya terdapat tiga tantangan dalam pelaksanaan Kebijakan Satu Peta.
Adapun Kementerian ATR/BPN dalam hal Kebijakan Satu Peta berkontribusi untuk dapat memperbaiki kualitas data spasial dan Informasi Geospasial Tematik (IGT), mempercepat program PTSL, mendukung program Reforma Agraria khususnya redistribusi tanah.
Kemudian, menyusun RTRW atau Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Kabupaten/ Kota, menyusun Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), menyelesaikan sengketa dan konflik agraria; serta menyelaraskan Simpul Jaringan Geoportal bersama.
Baca juga: Menko Airlangga Beberkan 3 Agenda Penting di Rakernas Kebijakan Satu Peta
Menurutnya, dalam prakteknya Kementerian ATR/BPN menemukan tantangan, pertama adalah belum adanya standarisasi Informasi Geospasial Tematik (IGT). Hal itu dia sampaikan dalam acara Rakernas Kebijakan Satu Peta "One Map Policy Summit 2024" di Jakarta, Kamis (11/7/2024).
"Belum adanya standarisasi data untuk IGT pertanahan, sesuai ketentuan Kebijakan Satu Peta dan Satu Data Indonesia. Solusinya, kami merancang regulasi dalam bentuk Peraturan Menteri, yang mengatur pengelolaan IGT, sehingga bisa memenuhi standar," kata AHY.
AHY menyatakan, tantangan kedua adalah penyusunan database pertanahan dan ruang agar terintegrasi yang masih berproses. Dia bilang, Kementerian ATR/BPN terus melakukan akselerasi validasi dan digitalisasi data pertanahan, terutama tingkat daerah.
"Program ini, terus kami sosialisasikan secara masif, sesuai dengan arahan Bapak Presiden. Alhamdulillah, dalam 4 bulan terakhir ini, kami berhasil meningkatkan jumlah kantor pertanahan (Kantah) yang mampu menjalankan layanan elektronik, sebanyak 25 kali lipat, dari 10 Kantah menjadi 251 Kantah," ujar AHY.
Kemudian tantangan ketiga adalah data yang tersedia belum bisa diakses dan dimanfaatkan secara mudah dan transparan, karena masalah interoperabilitas.
AHY bilang, pihaknya telah menyiapkan solusi dengan terus meningkatkan koordinasi dengan Kementerian/Lembaga terkait, seperti Kemenko Perekonomian, Badan Informasi Geospasial, dan Bappenas untuk bisa “bagi-pakai” serta mengakselerasi pertukaran data one map policy ini.
"Kami tentunya membutuhkan dukungan dari Badan Informasi Geospasial, untuk mewujudkan Peta Skala Besar 1:5000 guna menyusun RDTR, dan juga untuk penggunaan Nomor Identifikasi Bidang (NIB) sebagai key register, untuk pemetaan tematik berbasis bidang tanah, dalam Toponimi Peta," ucap AHY.
Untuk itu, AHY meminta dukungan Kementerian Dalam Negeri, untuk terus melakukan koordinasi dan sinkronisasi terkait dengan penetapan batas administrasi wilayah, khususnya di tingkat desa utamanya jika terjadi adanya pemekaran wilayah administrasi pemerintahan.
Selain itu, dia juga meminta dukungan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, untuk penetapan batas wilayah kawasan hutan.
"Dalam hal ini, untuk bidang tanah yang memiliki potensi tumpang tindih dengan kawasan hutan, tidak secara otomatis menjadi objek permasalahan hukum, sampai proses penyelesaian tumpang tindih selesai," ucap AHY.
"Untuk itu, kami juga mohon dukungan Bapak Menko Perekonomian, selaku Ketua Tim Percepatan Kebijakan Satu Peta, dan dukungan semua pihak, untuk mengakselerasi proses perbaikan data, sesuai hasil penyelesaian ketidaksesuaian kedua IGT tersebut," sambungnya.