Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Jadi Biang Mahallnya Harga Tiket Pesawat, YLKI: PPN Harus Dicabut

Menurut Luhut, harga tiket penerbangan Indonesia termahal dibandingkan dengan negara-negara ASEAN dan negara berpenduduk tinggi.

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Jadi Biang Mahallnya Harga Tiket Pesawat, YLKI: PPN Harus Dicabut
Istimewa
Ilustrasi tiket pesawat 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Penerbangan Alvin Lie berpendapat, banyaknya beban tarif pajak baik dari pemerintah maupun pihak bandara menjadi pemicu harga tiket pesawat di Indonesia mahal.

Menurut Alvin, harga tiket pesawat bagi satu penumpang untuk sekali penerbangan itu termasuk beban biaya operasi dan perawatan bandara atau pajak bandara, melalui Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara (PJPPU).

"Saya melihat yang mahal bukan harga tiketnya, tapi justru banyaknya beban-beban biaya yang disisipkan kedalam harga tiket sehingga penumpang itu membayarnya besar," kata Alvin Lie saat dihubungi Tribun, Selasa (16/7).

Baca juga: Ternyata Biang Mahalnya Harga Tiket Pesawat Adalah Pajak

Alvin merincikan, harga tiket pesawat itu juga termasuk biaya PPN senilai 11 persen dan 0,25 persen oleh BPH Migas terhadap avtur untuk penerbangan domestik.

Kemudian, biaya-biaya ganda yang dipungut oleh TNI dan Otoritas Bandara di bandara- bandara khususnya enclave sipil misalnya di Pangkalan Angkatan Udara atau Lanud TNI. Serta, biaya pajak, bea masuk dan proses impor komponen serta suku cadang pesawat.

"Jadi harga akhir yang dibayar oleh penumpang mencakup pembayaran pajak kepada pemerintah dan juga kepasa Pengelola Bandara. Bukan hanya harga tiket," jelasnya.

Alvin menyatakan, harga tiket pesawat mencakup retribusi bandara yang mencapai 30 sampai 40 persen, iuran wajib Jasa Raharja hingga Fuel Surcharge yang sudah diberlakukan sejak Agustus 2022 lalu.

Berita Rekomendasi

"Fuel Surcharge yang diberlakukan sejak Agustus 2022 karena kenaikan harga avtur jauh melampaui asumsi penghitungan TBA tahun 2019 dan hingga sekarang Menteri Perhubungan tidak mau merivisi TBA tersebut," tutur dia.

Adapun tiket pesawat di Indonesia disebut-sebut termahal kedua di dunia. Sementara untuk tiket termahal nomor 1 di dunia yakni Brazil.

Baca juga: Pemerintah Bentuk Satgas untuk Atasi Harga Tiket Pesawat Domestik

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa penyebab harga tiket mahal karena melonjaknya aktivitas penerbangan pasca-meredanya pandemi Covid-19.

"Harga tiket penerbangan yang cukup tinggi dikeluhkan oleh banyak orang akhir-akhir ini, penyebabnya karena aktivitas penerbangan global yang telah 90 persen pulih dibandingkan dengan situasi sebelum pandemi," beber Luhut.

Luhut bakal menyiapkan langkah untuk menurunkan harga tiket pesawat. Langkah tersebut termasuk melakukan efisiensi penerbangan.

Luhut mengatakan hal tersebut perlu dilakukan. Selain itu, Cost Per Block Hour (CBH) yang merupakan komponen biaya operasi pesawat terbesar, akan dirumuskan strategi untuk mengurangi nilainya.

"Kami juga merumuskan strategi untuk mengurangi nilai CBH tersebut, berdasarkan jenis pesawat dan layanan penerbangan," ujar Luhut.

Luhut menambahkan, pemerintah bakal mengakselerasi kebijakan pembebasan Bea Masuk dan pembukaan larangan dan pembatasan barang impor tertentu untuk kebutuhan penerbangan. Porsi perawatan, kata Luhut, berada di 16 persen porsi keseluruhan setelah avtur.

Lalu, juga terkait mekanisme pengenaan tarif berdasarkan sektor rute, yang berimplikasi pada pengenaan dua kali tarif PPN, Iuran Wajib Jasa Raharja (IWJR), dan Passenger Service Charge (PSC), bagi penumpang yang melakukan transfer atau ganti pesawat.

"Mekanisme perhitungan tarif perlu disesuaikan," terangnya.

Hal tersebut, berdasarkan biaya operasional maskapai per jam terbang, yang akan berdampak signifikan mengurangi beban biaya pada tiket penerbangan.

Kemudian, evaluasi peran pendapatan kargo terhadap pendapatan perusahaan penerbangan yang seringkali luput dari perhatian.

"Ini bisa menjadi pertimbangan dalam menentukan harga Tarif Batas Atas," tutur Luhut.

Luhut berujar, pemerintah juga akan mengkaji peluang insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk beberapa destinasi prioritas.

Nantinya, seluruh langkah efisiensi tersebut akan dikomandoi langsung oleh Komite Supervisi Harga Tiket Angkutan Penerbangan Nasional.

Evaluasi akan dilakukan secara detail, terutama terkait harga tiket pesawat setiap bulannya.

Berdasarkan data Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) terdapat 4,7 miliar penumpang global di 2024, atau 200 juta penumpang lebih banyak daripada 2019.

Menurut Luhut, harga tiket penerbangan Indonesia termahal dibandingkan dengan negara-negara ASEAN dan negara berpenduduk tinggi.

"Indonesia jadi yang termahal kedua setelah Brasil," imbuh Luhut.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno mengatakan, pemerintah akan membentuk Satuan Tugas (Satgas) untuk menurunkan harga tiket pesawat domestik.

"Itu sudah diadakan rakornya dan sudah diperintahkan ada sembilan langkah ke depan, termasuk pembentukan Satgas untuk penurunan tiket pesawat," kata Sandiaga.

Satgas tersebut diantaranya akan diisi oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, serta kementerian/lembaga lainnya.

Sandiaga menjelaskan, harga tiket pesawat domestik yang mahal saat ini bukan hanya karena harga avtur. Namun, ada juga beban pajak dan beban biaya operasional lainnya.

"Jadi, itu semua akan dikaji dan akan dipastikan bahwa industri penerbangan kita efisien seperti industri penerbangan di luar negeri," ujar mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta itu.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) turut menyoroti mahalnya harga tiket pesawat di Indonesia.

Ketua Harian YLKI, Tulus Abadi mengungkapkan, yang membuat mahalnya harga tiket justru adalah kebijakan dari Pemerintah itu sendiri. Yakni salah satunya Pajak Pertambahan Nilai atau PPN, yang dikenakan atas transaksi penyerahan

barang kena pajak dan jasa kena pajak yang dilakukan oleh wajib pajak pribadi atau wajib pajak badan yang telah menjadi pengusaha kena pajak.

"Salah satu faktor yang membuat tiket pesawat mahal ya kebijakan pemerintah itu sendiri, yakni adanya PPN sebesar 11 persen. Bahkan tahun depan menjadi 12 persen," ungkap Tulus.

Ia juga mengungkapkan, jika dilihat lebih detail, pungutan PPN yang dibebankan kepada konsumen khususnya penumpang jasa transportasi udara ini cukup banyak. Seperti PPN untuk komponen Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara (PJP2U).

"Karena di tarif PJP2U atau retribusi bandara sudah dikenakan PPN, di harga avtur kena PPN juga, kemudian dalam tarif tiket pesawat juga dikenakan pungutan PPN. Jadi ada berlipat lipat pungutan PPN yang membebani konsumen," beber Tulus.

Untuk itu, seharusnya yang perlu dikaji kembali untuk menurunkan harga tiket pesawat adalah kebijakan dari Pemerintah itu sendiri.

"Oleh karena itu, jika Luhut Binsar Pandjaitan serius mau nurunin tiket pesawat, ya audit pungutan PPN di berbagai komponen tiket pesawat itu," papar Tulus.

"Kalau perlu hapuskan PPN, niscaya besaran tiket pesawat akan turun signifikan," pungkasnya.(Tribun Network/bel/ism/wly)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas