Pasar Jaya: Penggunaan Transaksi Digital di Pasar Belum Capai 50 Persen
Penggunaan transaksi pembayaran secara digital masih belum masif di pasar-pasar Ibu Kota. Menurut data yang ada, penggunaan oleh pedagang pasar
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Penggunaan transaksi pembayaran secara digital masih belum masif di pasar-pasar Ibu Kota. Menurut data yang ada, penggunaan oleh pedagang pasar belum mencapai 50 persen.
Manajer Humas PD Pasar Jaya Agus Lamun menyampaikan karakteristik pedagang pasar di Jakarta terkait digitalisasi transaksi pembayaran seperti QRIS dan yang lainnya. Penggunaan sistem pembayaran digital masih di bawah 50 persen.
"Kalau di Jakarta masih belum sampai 50 persen pedagang yang pakai QRIS. Kecuali di pasar yang segmennya memang menengah ke atas atau modern seperti di Mayestik itu," ujar Agus saat dikonfirmasi wartawan, Jumat (19/7/2024).
Baca juga: Solusi Praktis untuk Kebutuhan Finansial dan Transaksi Digital: Danamon Save
Agus mengungkapkan sejumlah alasan pedagang pasar di Jakarta enggan menggunakan transaksi digital. Pertama, pedagang merasa transaksi digital berbelit belit atau tidak mau ribet.
Pedagang mengaku penggunaan aplikasi hingga proses pencairan atau settlement dari pembayaran digital memakan waktu yang tidak sebentar.
"Alasan tidak mau ribet ini terutama untuk pedagang yang tua-tua," kata Agus.
Kedua, masih banyak pedagang yang belum memahami penggunaan QRIS. Karena itu, Agus berharap ke depan pihak perbankan dan pengelola pasar bisa lebih masif untuk bekerjasama demi memperkenalkan pembayaran digital bagi pedagang pasar di Jakarta.
"Perbankan dan pemda atau pengelola pasar harus meyakinkan kalau pembayaran digital itu sudah kewajiban, bukan cuma kebutuhan," ucap Agus.
Agus berpesan para pedagang harus sadar dampak dari digitalisasi pembayaran justru lebih banyak positifnya. Selain untuk pencatatan transaksi jual beli yang lebih rapi, hal itu juga bisa mempermudah promosi dagang.
“Pedagang yang tidak mau melakukan digitalisasi konsumennya cuma mengadalkan yang datang langsung ke pasar atau offline. Sementara yang sudah digital justru bisa mendapatkan banyak pelanggan baru dari online,” kata Agus.
Baca juga: Pegadaian Raih Penghargaan di PaDi UMKM Hybrid Expo And Conference 2024
Terakhir, Agus juga menekankan bahwa Jakarta sebentar lagi bukan lagi ibu kota, melainkan akan menjadi pusat ekonomi Indonesia bahkan global.
Untuk itu, proses digitaliasasi harus sudah disosialisasi dengan baik dan digunakan para pedagang di Jakarta.
Indra, praktisi dan juga direktur utama PT Trans Digital Cemerlang (TDC), perusahaan merchant aggregator, mendukung penuh harapan dan rencana PD Pasar Jaya terkait digitalisasi pembayaran pada para pedagang di Jakarta.
“Saya mendukung harapan itu, karena ini juga harapan pemerintah agar digitalisasi pembayaran terus tumbuh dan berkembang di Indonesia. Jakarta akan dan sudah menjadi kota bisnis dan global, perlu menjadi contoh bagi kota lain di Indonesia terkait digitalisasi pembayaran,” ujarnya.
Indra mengakui pangsa pasar transaksi digital terutama pengunaan QRIS pada UMKM dan pedagang kecil sangat besar.
Bank Indonesia (BI) menyatakan transaksi Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) mencatatkan pertumbuhan yang signifikan dalam setahun terakhir, yakni mencapai 226,54 persen. year-on-year (yoy), dengan jumlah pengguna mencapai 50,50 juta dan jumlah merchant 32,71 juta.
"Based data itu, kampanye transaksi digital on the track. Namun memang harus diakui butuh waktu untuk menjelaskan kepada calon pengguna terkait pentingnya digitalisasi pembayaran dan mengeliminasi informasi informasi yang sifatnya tidak benar yang berkembang di masyarakat," ujarnya.
Indra mengatakan Bank Indonesia tidak bisa berjalan sendiri dalam menkampanyekan transaksi digital ke seluruh pelosok negeri.
Seluruh stakeholder dan perusahaan yang bergerak dibidang transaksi digital perlu melakukan sosialisasi yang sama masifnya dan perlu dibarengi dengan kreativitas dan inovasi.
Contoh inovasi dilakukan perusahaannya dalam produk Posku Lite untuk pembayaran melalui QRIS pada komunitas UMKM adalah memberikan insentif pendampingan literasi keuangan, seminar dan workshop digital marketing, dan insentif lainnya selama menjadi mitra.
TDC sendiri memiliki M2PAY, MEbook dan Posku Lite. Ketiganya masing-masing menyediakan metode pembayaran dan pemantauan transaksi, system informasi teritegrasi, dan kemudahan pencatatan toko dan bistro.
“Kami bermitra dengan komunitas Tamado Grop di Sumatera untuk menjangkau UMKM dengan kampanye UMKM Go Digital di Pematang Siantar dan Kabupaten Samosir. Dalam waktu dekat akan di Sabang (Aceh), Bali dan Bangka, dan tempat lain di Indonesia,” ujarnya.
Indra mengatakan alasan pentingnya pendidikan dan pendampingan konsultasi keuangan kepada UMKM adalah dalam penyusunan laporan keuangan yang berkualitas. Laporan keuangan merupakan alat utama untuk memantau kinerja keuangan dan arus kas UMKM.
“Laporan keuangan juga menjadi alat pemilik usaha membuat keputusan tepat dan strategi bisnis, termasuk menarik investor. Dari sisi hukum tentunya juga untuk pelaporan pajak dan pembayarannya sehingga sesuai aturan yang ada,” ujarnya.
Namun, Indra berharap perusahaan yang melakukan pendampingan dan konsultasi keuangan digital sudah memiliki ISO 9001:2015 tentang Manajemen Mutu, ISO 37001:2016 Tentang Sistem Manajemen anti Penyuapan, dan ISO 27001:2022 tentang Sistem Keamanan Informasi.
"Penting buat UMKM mengetahui jati diri perusahaan penyedia system transaksi digital salah satunya kepemilikan tiga ISO diatas. Bentuk sederhana implementasi dari ISO itu adalah quick respon terhadap masukan dari pengguna (merchant) yang datang dari berbagai saluran informasi,” tambahnya.