Imbas PP 28/2024, Pedagang Kelontong Kehilangan Rezeki dari Rokok Eceran
Trubus Rahadiansyah menilai tidak ada urgensi dari PP No 28/2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No 17 Tahun 2023
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) melarang penjualan rokok ketengan atau eceran per batang hingga penjualan rokok di radius 200 meter dari kawasan sekolah dan tempat bermain anak.
Hal itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 28/2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan.
Baca juga: Kemenperin: PP Kesehatan Belum Langsung Berdampak pada Produsen Makanan dan Rokok
Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah menilai tidak ada urgensi dari Peraturan Pemerintah (PP) No 28/2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan.
Trubus yakin PP tersebut akan menghilangkan rezeki pedagang-pedagang kelontong yang selama ini berdagang rokok ketengan.
“Bagaimana kemudian pedagang kelontong bertahan hidup, tidak mungkin kan penjual kacang kuaci permen dan minuman di jalanan kemudian tidak bisa menjual rokok,” katanya kepada Tribun Network, Rabu (31/7/2024).
Baca juga: GAPPRI Ungkap Akan Banyak Produsen Rokok Gulung Tikar Akibat PP 28/2024
Kemudian bagaimana nasib pedagang ‘starling’ yang juga mendapat penghasilan dari menjajaki rokok eceran.
Dia berpendapat PP ini hanya menguntungnya industri asing yang menginginkan penjualan produknya rokok dipanaskan heat not burn meningkat.
“Ada indikasi ke sana bahwa perokok Indonesia dibuat beralih ke rokok yang dipanaskan,” ucapnya.
Dia mengatakan dari aspek bisnis akan banyak IHT yang akan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal.
Baca juga: Jokowi Resmi Teken PP Kesehatan, Isinya Izin Praktik Dokter Asing hingga Larangan Jual Rokok Eceran
Dosen Universitas Trisakti itu memandang pemerintah seharusnya mempersiapkan terlebih dahulu bantalan efek dari PP 28/2024.
“Belum lagi hasil tembakau dari petani-petani yang sulit terserap karena penjualan IHT berkurang,” paparnya.
Ketua Umum Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Henry Najoan menilai PP 28/2024 yang diterbitkan pada 26 Juli 2024 itu ebih banyak mengatur soal bisnis rokok dibanding soal kesehatannya.
"Industri hasil tembakau (IHT) legal harus menyesuaikan diri," katanya, Rabu (31/7/2024).