PMI Indonesia Kontraksi Pada Juli 2024 Akibat Pesanan Baru Turun
PMI Indonesia mengalami kontraksi sejak bulan Agustus 2021. Penurunan PMI menggambarkan penurunan ke tingkat sedang antara produksi dan pesanan baru.
Penulis: Lita Febriani
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Lita Febriani
TRIBUNNEWS.COM - Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia turun pada Juli 2024 menjadi 49,3 dari 50,7 poin pada bulan sebelumnya.
Ini pertama kalinya PMI Indonesia mengalami kontraksi sejak bulan Agustus 2021. Penurunan PMI menggambarkan penurunan ke tingkat sedang antara produksi dan pesanan baru.
Akibat produksi dan permintaan baru turun pada tingkat sedang, perusahaan akhirnya memilih untuk mengurangi jumlah staf untuk ketiga kali dalam empat bulan terakhir.
Baca juga: Hari Kedua Jokowi Ngantor di IKN, Pengusaha Lokal Minta Diberi Kesempatan Investasi di Ibu Kota Baru
Economics Director S&P Global Market Intelligence Paul Smith, mengatakan pasar secara umum melambat dan mendorong penurunan pada kondisi pengoperasian selama bulan Juli, dengan permintaan baru berkurang dan produksi turun untuk pertama kali dalam dua tahun.
"Produsen lebih waspada, aktivitas pembelian sedikit dikurangi dan ketenagakerjaan menurun pada kecepatan tertinggi sejak bulan September 2021. Hambatan pasokan menambah kesulitan perusahaan, dengan rata-rata waktu pengiriman diperpanjang karena tantangan pengiriman laut berkelanjutan," ungkap Smith dalam keterangan resmi, Kamis (1/8/2024).
Kendala pasokan tercatat juga sebagai faktor penghambat, meski kepercayaan diri terhadap produksi di masa depan membaik hingga level tertinggi sejak bulan Februari. Selain itu, inflasi harga input atau bahan baku mereda, tetapi biaya produksi naik pada laju lebih kuat.
Panelis melaporkan bahwa permintaan pasar menurun dan merupakan faktor utama penyebab penjualan turun untuk pertama kali dalam satu tahun.
Penjualan ekspor baru menurun, meski pada tingkatan yang lebih rendah, walaupun hal ini sebagian menggambarkan penundaan pengiriman.
Hambatan pasokan juga tercatat sebagai faktor penghambat pada kapabilitas produksi pada bulan Juli, dengan catatan penundaan pengiriman bahan baku.
Data survei terkini menunjukkan bahwa rata-rata waktu pengiriman diperpanjang untuk pertama kali dalam tiga bulan.
Bukan hanya itu, dilaporkan juga tantangan berkelanjutan pada rute pengiriman penting seperti melalui Laut Merah.
Baca juga: Agar Tak Boncos, Investor Pasar Modal Sebaiknya Pakai Manajer Investasi Berlisensi OJK
Ada beberapa bukti bahwa meski terjadi penurunan produksi secara keseluruhan, sektor manufaktur terus menghasilkan produksi berlebih pada bulan Juli. Inventaris barang jadi naik solid untuk kelima kalinya dalam enam bulan terakhir.
Perusahaan mampu menyelesaikan pekerjaan yang belum terselesaikan yang sedikit turun selama dua bulan berturut-turut.
Produsen memilih untuk sedikit mengurangi aktivitas pembelian mereka pada bulan Juli, menandai penurunan pertama sejak bulan Agustus 2021.
Volume susunan staf juga dikurangi dengan penurunan paling tajam selama hampir tiga tahun. Ditemukan banyak laporan bahwa kontrak karyawan tidak diperbarui. Sementara itu inflasi harga bahan baku berkurang pada bulan Juli meski masih tinggi.
Kenaikan umum pada harga bahan baku ditambah dengan nilai tukar rupiah yang buruk mendorong biaya inflasi pada periode survei terkini. Produsen menanggapinya dengan menaikkan biaya secara maksimal selama tiga bulan.
Terakhir, melihat potensi dalam 12 bulan mendatang, kepercayaan diri tentang masa depan mencapai level tertinggi sejak bulan Februari. Perusahaan percaya diri volume penjualan akan membaik dan kondisi pasar akan menguat pada tahun mendatang.
"Ada harapan bahwa sektor akan segera kembali bertumbuh, dengan perusahaan sangat percaya diri sejak bulan Februari di tengah harapan bahwa penjualan dan kondisi pasar akan membaik pada tahun mendatang," tutur Paul.