Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah Dinilai Tak Lepas dari Rentetan Persoalan Industri di Dalam Negeri

Kebijakan moneter dan kebijakan ekosistem perekonomian sangat diperlukan sebagai instrumen negara dalam mengintervensi pasar uang.

Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Seno Tri Sulistiyono
zoom-in Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah Dinilai Tak Lepas dari Rentetan Persoalan Industri di Dalam Negeri
HO
Diskusi dengan tema "Pengaruh Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah terhadap Ketahanan Perekonomian Nasional" di Universitas Paramadina, Jumat (2/8/2024). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketegangan situasi global membuat nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus melemah, jika situasi global terus memburuk maka dapat berimplikasi pada ekonomi Indonesia.

Merespon situasi tersebut, Pimpinan Pusat (PP) Kesatria Muda Respublika (KMR) mengadakan Focus Group Discussion dengan tema "Pengaruh Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah terhadap Ketahanan Perekonomian Nasional" di Universitas Paramadina, Jumat (2/8/2024).

Akademisi Universitas Paramadina Herdi Tri Nurwanto menjelaskan bahwa terdapat sejarah panjang antara Bank Dunia dengan pemerintah mengenai situasi ekonomi Indonesia.

Herdi mengatakan jika melemahnya rupiah hari ini disebabkan karena adanya double deficit, situasi serupa yang menyebabkan rezim Soeharto runtuh.

Baca juga: Sore Ini Nilai Tukar Rupiah Menguat ke Level Rp16.281 per Dolar AS

Selain itu, Herdi juga mengingingatkan terkait banyaknya produk China masuk ke Indonesia. Menurutnya, banjirnya produk China di Indonesia menyebabkan rentetan masalah industrial di dalam negeri.

"Seharusnya ada skala prioritas untuk melindungi industri-industri kita, tapi tidak mampu menghadapi tekanan itu," ujar Herdi dalam paparannya.

Sebagai negara yang berdaulat secara ekonomi, Herdi menyebutkan bahwa seharusnya pemerintah melakukan tata kelola pemerintahan yang baik, penegakan hukum, proses demokrasi yang baik, serta pembangunan ekonomi yang berkualitas dan inklusif agar ekonomi tidak merosot.

BERITA TERKAIT

Sementara itu, Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Kementerian Keuangan RI Wahyu Utomo, menuturkan dengan berbagai situasi global yang tidak pasti, pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif stabil di angka 5 persen, lebih tinggi dari pertumbuhan global.

Menurutnya, jika Indonesia bisa belajar ketahanan ekonomi dari berbagai gejolak politik dan situasi global yang tidak menentu sebelumnya, maka Indonesia bisa melakukan terobosan dan loncatan hebat.

Berdasarkan data, Wahyu juga menyebutkan jika kemiskinan turun menjadi 9,03 persen dari 10 persen saat pandemi lalu, pengangguran turun dari 7 persen menjadi 4 persen, kesenjangan ekonomi juga ikut turun di 2024.

"Dari aspek kesejahteraan juga ada perbaikan, apakah cukup? Belum, masih perlu kita perbaiki," ujarnya.

Selain itu, Wahyu mengungkapkan kondisi fiskal Indonesia perlu diukur dengan tiga klaster, yaitu likuiditas, vulnerabilitas, dan sustainabilitas. Menurutnya, ketiga hal tersebut dapat menggambarkan ketahanan fiskal Indonesia.

Dalam kesempatan yang sama Wasekjen Pemuda Tani Ananda Bahri Prayudha dalam paparannya mengatakan jika faktor yang mempengaruhi ekosistem ketahanan pangan meliputi perubahan iklim, biaya produksi, kebijakan pemerintah, akses teknologi, dan keberagaman hayati.

Selain itu, pendidikan masyarakat dan dukungan infrastruktur juga berperan penting dalam memastikan ketersediaan dan distribusi pangan yang berkelanjutan.

Menurut Ananda, krisis pangan global seringkali dipicu oleh perubahan iklim, bencana alam, virus, perubahan ekonomi dan geopolitik yang menyebabkan negara-negara berkembang rentan menghadapi kelangkaan pangan.

"Menelusuri jejak nilai tukar menunjukkan bahwa hubungan antara ekonomi dan ketahanan pangan sangat kompleks. Dengan kolaborasi dan inovasi, kita dapat mengatasi tantangan ini dan membangun masa depan yang lebih berkelanjutan menuju Indonesia Emas 2045," ujar Ananda.

Pengamat Energi Iwan Bento Wijaya mengatakan bahwa perubahan nilai tukar dapat berpengaruh secara langsung terhadap perubahan harga barang dan jasa di dalam negeri dimana modal produksi barang dan jasa akan naik dan mempengaruhi harga jual barang dan jasa yang dapat mempengaruhi daya beli masyarakat, angka perekonomian negara dan meningkatkan angka inflasi.

Kebijakan moneter dan kebijakan ekosistem perekonomian sangat diperlukan sebagai instrumen negara dalam mengintervensi pasar untuk menjaga nilai tukar, daya beli masyarakat, serta menekan laju inflasi.

“Sektor migas, pangan, dan pupuk merupakan salah satu komoditas utama yang memiliki dampak strategis bagi perekonomian nasional, bila terjadi pelemahan terhadap rupiah maka subsidi menjadi salah satu instrumen negara dalam menjaga stabilitas perekonomian. Subsidi menjadi diperlukan untuk menjaga daya beli masyarakat dan mewujudkan keadilan terhadap akses energi dan pangan,” papar Iwan.

“Pelemahan terhadap rupiah juga memiliki efek terhadap menambahnya biaya produksi, yang dalam hal ini sangat menguras modal produksi para pelaku usaha termasuk BUMN. Minyak, pupuk dan pangan menjadi komoditas yang menjadi salah satu sektor impor terbesar, maka perlu adanya langkah strategis pemerintah untuk membuat rupiah menguat, karena pelemahan rupiah ini benar-benar dapat menjadi beban terhadap APBN dan modal usaha bagi pelaku usaha dan BUMN,” tambahnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas