Asosiasi Koperasi dan Ritel Nilai PP Kesehatan Persulit Para Pedagang, Ini Alasannya
Anang Zunaedi, menilai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan akan mempersulit kondisi pedagang koperasi dan ritel.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum DPP Asosiasi Koperasi dan Ritel Indonesia (Akrindo), Anang Zunaedi, menilai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan akan mempersulit kondisi pedagang koperasi dan ritel.
Hal ini terkait aturan bagi produk tembakau, khususnya larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak serta penjualan rokok eceran.
“Karena selama ini, rokok merupakan komoditas utama yang membantu omzet penjualan hingga 50 persen. Aturan ini jelas akan mempersulit pelaku usaha seperti kami,” kata Anang melalui keterangan tertulis, Senin (5/8/2024).
Anang melanjutkan selama ini pembeli rokok dari para peritel adalah para konsumen dewasa yang berada di sekitar kawasan koperasi maupun pedagang ritel.
Apalagi, banyak pedagang yang sudah ada terlebih dulu dibandingkan dengan satuan pendidikan maupun tempat bermain anak.
“Pemerintah seharusnya memikirikan posisi pedagang ritel yang sudah ada sebelum fasilitas pendidikan dan tempat bermain anak tersebut didirikan," katanya.
Selain itu, Anang menyatakan dengan adanya pelarangan tersebut terdapat potensi peralihan konsumsi ke rokok ilegal.
Penerapan regulasi ini dapat menyulitkan masyarakat dan pengawasannya juga masih menjadi pertanyaan.
“Masih banyak hal lain yang harus diurus oleh pemerintah daripada mengatur, apakah penjualan harus dilakukan secara eceran atau tidak? atau apakah penjualan boleh dilakukan dekat dengan lokasi tertentu?” katanya.
Senada, Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Luluk Nur Hamidah, menegaskan PP Kesehatan yang melarang penjualan rokok ketengan telah mengorbankan rakyat kecil.
Ketentuan ini akan mematikan usaha mikro yang selama ini sudah eksis berjualan.
"Kebijakan pelarangan penjualan rokok ketengan tidak berpihak pada wong cilik. Lagi-lagi pelaku usaha mikro yang menjadi korban,” ujarnya.
Menurut Luluk, dibandingkan melarang penjualan rokok ketengan, pemerintah seharusnya fokus memperdalam literasi tentang bahaya rokok kepada anak-anak.