Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Pengamat Ekonomi Kritisi Target Cukai di RAPBN 2025, Ingatkan Dampak Ekonomi & Sosial Masyarakat

Peneliti kebijakan ekonomi mengingatkan implikasi yang ditimbulkan dari kebijakan CHT. Seperti dampak ekonomi dan sosial ke masyarakat.

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Pengamat Ekonomi Kritisi Target Cukai di RAPBN 2025, Ingatkan Dampak Ekonomi & Sosial Masyarakat
istimewa
Ilustrasi petani tembakau - Peneliti Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi (PPKE) Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya, Imanina Eka Dalilah mewanti-wanti pemerintah untuk berpikir secara moderat sebelum menerapkan kebijakan kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) mendatang. 

Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), lebih dari 70 persen perokok di Indonesia berasal dari keluarga dengan pendapatan menengah ke bawah.

"Sebagian perokok di Indonesia berasal dari kelompok masyarakat berpenghasilan rendah," kata Imanina.

Sementara itu merujuk hasil kajian sementara PPKE FEB UB (2024), rokok ilegal tahun 2023 kontributor terbesarnya dari jenis polosan dan salah peruntukan (saltuk).




Hal ini mengindikasikan kenaikan harga rokok sudah amat tinggi.

"Hal tersebut menarik bagi konsumen dari berbagai lapisan, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah, yang mencari alternatif lebih murah tanpa menyadari atau mengabaikan risiko kesehatan," imbuh Imanina.

Dalam konteks inilah, Imanina mendorong pemerintah perlu melibatkan para pemangku kepentingan dalam merumuskan arah kebijakan CHT mendatang.

"Sebab, kenaikan cukai yang diputuskan secara tidak berimbang akan berpotensi besar mendorong angka inflasi di Indonesia menjadi semakin dalam," katanya.

BERITA TERKAIT

Sebelumnya, Ketua Umum Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan, memberikan 3 catatan penting untuk pemerintah.

Pertama, tidak menaikkan tarif CHT di tahun 2025, mengingat IHT akan terbebani akibat rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi sebesar 10,7 persen.

IHT legal yang sudah berkontribusi besar untuk penerimaan negara (CHT), menyerap tenaga kerja linting yang mayoritas perempuan (padat karya), selain itu rokok konvensional sebagian besar menggunakan bahan baku dalam negeri (TKDN).

Kedua, GAPPRI berharap pemerintah tidak melakukan penyederhanaan struktur tarif dan golongan untuk menjaga kinerja IHT dalam rangka tetap mendorong optimalisasi penerimaan cukai dan pajak.

Ketiga, mereka mendorong operasi gempur rokok ilegal agar terus dilakukan secara konsisten dan terukur.

"GAPPRI mengharapkan Aparat Penegak Hukum (APH) agar terus menerus meningkatkan penindakan rokok ilegal secara extra ordinary sehingga rokok ilegal bisa ditekan dan dihilangkan," pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas