Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Soal Denda Impor, Pengawasan Rantai Pasok Masih Jadi Tantangan Besar

Eva A Zulfa menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu melakukan penanganan cepat terkait laporan denda impor beras.

Penulis: Erik S
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Soal Denda Impor, Pengawasan Rantai Pasok Masih Jadi Tantangan Besar
Warta Kota/YULIANTO
Ilustrasi: Aktivitas pekerja saat memikul beras di Pasar Induk Beras Cipinang 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Ahli Hukum Pidana Universitas Indonesia (UI) Eva A Zulfa menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu melakukan penanganan cepat terkait laporan denda impor beras.

“Makin cepat ditangani KPK tentunya perolehan dan pengamanan bukti akan mempermudah kerja penegak hukum dalam menangani perkara ini,” kata Eva, Kamis (22/8/2024).

Eva meyakini, penanganan denda impor yang semakin cepat turut berdampak baik bagi kejelasan kasus tersebut.

Baca juga: Bulog Sebut Tidak Punya Kontrak Impor Beras dengan Perusahaan Asal Vietnam

Pasalnya, kata Eva, dalam kasus korupsi pengadaan produk pangan berlaku teori pasok yang kerap melibatkan banyak pihak.

Eva mengatakan skema pengawasan masih menjadi tantangan besar dalam mencegah kasus korupsi di sektor pangan.

Kata Eva, setiap komoditas pangan mempunyai rantai pasok yang berbeda dan tidak bisa disamakan polanya.

“Maka skema pengawasan menjadi tantangan besar dalam mencegah korupsi. Masing-masing komoditas punya rantai pasok yang berbeda tidak bisa disamakan polanya,” pungkasnya.

Berita Rekomendasi

Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan penanganan laporan terkait denda impor Rp294,5 miliar bersifat rahasia.

Juru bicara KPK Tessa Mahardhika menegaskan, dirinya tidak bisa menyampaikan hal di luar tersebut. Tessa mengaku tidak mendapatkan akses informasi terkait kabar terbaru penanganannya.

“Saya tidak bisa menyampaikan perihal di luar itu karena tidak mendapat akses info,” pungkas Tessa.

Penjelasan Bulog

Sebelumnya, Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi sudah pernah menjelaskan terkait demurrage dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IV DPR, pada Kamis, 20 Juni 2024 lalu.

Dalam kondisi tertentu, demurrage atau keterlambatan bongkar muat adalah hal yang tidak bisa dihindarkan sebagai bagian dari resiko penanganan komoditas impor. Jadi misalnya dijadwalkan 5 hari, menjadi 7 hari. Mungkin karena hujan, arus pelabuhan penuh, buruhnya tidak ada karena hari libur dan sebagainya.

"Dalam mitigasi risiko importasi, Demurrage itu biaya yang sudah harus diperhitungkan dalam kegiatan ekspor impor. Adanya biaya demurrage menjadi bagian konsekuensi logis dari kegiatan ekspor impor. Kami selalu berusaha meminimumkan biaya demurrage dan itu sepenuhnya menjadi bagian dari biaya yang masuk dalam perhitungan pembiayaan perusahaan pengimpor atau pengekspor,” ucap Bayu Krisnamurthi.

Saat ini, Bulog masih memperhitungkan total biaya demurrage yang harus dibayarkan, termasuk dengan melakukan negosiasi ke pihak Pelindo, pertanggungan pihak asuransi serta pihak jalur pengiriman.

Menurut Bayu, perkiraan demurrage yang akan dibayarkan dibandingkan dengan nilai produk yang diimpor tidak lebih dari 3 persen.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas