Prospek Investasi Hulu Migas Indonesia Diprediksi Cerah 5 Tahun ke Depan
Prospek investasi di sektor hulu Indonesia diperkirakan cerah dalam lima tahun ke depan sejalan dengan proyeksi permintaan migas yang naik tajam.
Penulis: Sanusi
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Prospek investasi di sektor hulu minyak dan gas (migas) Indonesia diperkirakan cerah dalam lima tahun ke depan sejalan dengan proyeksi permintaan migas global yang diperkirakan mencapai puncaknya tahun 2029.
Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas), Moshe Rizal, menyatakan penting untuk memaksimalkan produksi migas hingga tahun 2029 sebelum permintaan mulai turun kembali. Insentif non-fiskal seperti izin dan pembebasan lahan dari pemerintah sangat penting bagi Kontraktor Kontrak Kerja Sama untuk terus berinvestasi di Indonesia.
Di saat yang sama, insentif fiskal juga diperlukan karena negara lain juga berupaya menarik investor.
“Perubahan profil investor dan potensi biaya tambahan dari satgas yang dibentuk pemerintah menjadi faktor yang perlu diperhatikan dalam perencanaan investasi migas ke depan,” kata Moshe dalam sebuah diskusi media belum lama ini.
Dalam laporan BMI, sebuah unit riset Fitch Solutions, Indonesia dan Malaysia diproyeksikan menjadi pusat investasi hulu migas di Asia Tenggara. Hal ini didorong penemuan baru ladang gas alam cair (LNG) serta inisiatif proyek penangkapan karbon di kedua negara.
Menurut BMI, total belanja modal (capex) empat perusahaan migas utama di ASEAN diperkirakan mencapai 24 miliar dolar AS pada tahun 2024, naik 8 persen dari tahun sebelumnya. Tahun 2025 total capex akan menjadi 31 miliar dolar AS, di atas perkiraan awal 22 miliar dolar AS.
BMI mencatat sebagian besar belanja modal akan difokuskan pada pengembangan ladang gas alam dan infrastruktur LNG dan regasifikasi. Investasi ini diharapkan mendominasi sektor hulu migas di kawasan tersebut.
“Pertumbuhan produksi gas alam diproyeksikan meningkat mulai 2025 dan seterusnya karena BUMN migas bersiap mengembangkan jaringan proyek di negara-negara tersebut,” tulis BMI.
BMI memperkirakan, BUMN migas di ASEAN akan mempertahankan belanja modal yang tinggi untuk meningkatkan produksi gas alam, dengan pertumbuhan produksi gas antara 2024-2028 mencapai 4,7 persen year on year (yoy). Ini merupakan peningkatan signifikan dibandingkan pertumbuhan rata-rata -1,4 persen yoy selama 2019-2023.
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memproyeksikan, hingga tahun 2029 investasi sektor hulu migas Indonesia akan mencatatkan portofolio signifikan dengan total 141 proyek senilai 36,25 miliar dolar AS, atau setara Rp 543 triliun. Enam merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) dengan nilai investasi 32,47 miliar dolar AS (Rp 487 triliun), sementara 135 proyek non-PSN senilai 3,78 miliar dolar AS (Rp57 triliun).
Hulu Migas Dorong Pertumbuhan Ekonomi
Data SKK Migas juga mencatat, investasi sektor hulu migas sepanjang 2024 akan mencapai 16 miliar dolar AS. Dengan asumsi setiap 1 dolar AS yang dibelanjakan memberi nilai tambah 5,4 kali lipat maka multiplier effect ekonomi yang diciptakan mencapai 86 miliar dolar AS, atau setara Rp 1.380 triliun.
Hingga tahun 2029, total investasi sektor hulu migas diperkirakan Rp 543 triliun dengan potensi nilai tambah Rp 2.932 triliun. Jumlah ini setara anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) saat ini.
Adapun tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) sektor hulu migas saat ini sudah di atas 58 persen, melampaui target pemerintah sebesar 50 persen. Hal ini menunjukkan bahwa investasi besar di sektor hulu migas tidak hanya menguntungkan perusahaan asing tetapi juga pengusaha nasional.
Baca juga: Investor Migas Lebih Pilih Afrika Dibanding Indonesia, Menteri ESDM: Kita Tidak Boleh Terlalu Kaku
Dampak positif lainnya termasuk peningkatan penyediaan lapangan kerja dan penguatan sektor ekonomi domestik.