Gelombang PHK Tak Terbendung, 46 Ribu Buruh Jadi Pengangguran Baru, Jateng Terbanyak
Jawa Tengah menjadi provinsi yang paling banyak menyumbang angka PHK baru pada periode Januari-Agustus tahun ini.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Choirul Arifin
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat, jumlah pengangguran baru akibat kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) selama Januari-Agustus 2024 mencapai 46 ribu.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kemnaker Indah Anggoro Putri mengatakan, jumlah pastinya mencapai 46.240 pekerja.
Jawa Tengah menjadi provinsi yang paling banyak menyumbang angka PHK baru pada periode Januari-Agustus tahun ini.
"Jawa tengah nomor satu. Agustus masuk nomor satu Jawa Tengah. Jawa Tengah, diikuti DKI Jakarta, lalu Banten," kata Indah ketika ditemui di Kompleks Gedung Parlemen, Jakarta, Senin (2/9/2024).
Sektor bisnis yang paling banyak mengalami PHK adalah industri manufaktur, tekstil, industri pengolahan, garmen, dan alas kaki "Kalau di DKI Jakarta kebanyakan jasa. Restoran, kafe. Itu jasa banyak," ujar Indah.
Sebelumnya, menurut Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia, angka PHK yang disebutkan Kemnaker bisa saja berbeda dengan realita yang ada di lapangan.
Hal itu terjadi karena banyak perusahaan tidak melaporkan jumlah pekerja yang mereka PHK ke kantor Dinas Tenaga Kerja setempat.
"Biasanya sudah ada kesepakatan antara pengusaha dan pekerja di internal sehingga tidak ada pelaporan ke Dinas Tenaga Kerja," ungkap Mirah dalam pernyataannya, Minggu (11/8/2024).
Contohnya seperti data Januari-Juni 2024, di mana Kemnaker mencatat jumlah buruh yang menjadi korban PHK sebanyak 32.064.
Baca juga: Serikat Buruh: UU Cipta Kerja Biang Kerok Badai PHK di Industri Tekstil
Namun, Mirah meyakini data yang sesungguhnya bisa 2 kali lebih besar dari jumlah tersebut, sekitar 62 ribu orang.
Ia melanjutkan, banyak juga pengusaha yang tidak mendaftarkan pekerjanya ke BPJS Ketenagakerjaan, hal ini berpengaruh dengan data yang digunakan oleh pihak Kementerian.
Karena pihak Kementrian Ketenagakerjaan selalu menggunakan data dari BPJS Ketenagakerjaan berdasarkan klaim dari buruh terhadap Jaminan Hari Tua (JHT) yang ada di BPJS Ketenagakerjaan.