Rupiah Kembali Jatuh, Bayang-bayang Deflasi Hingga Inflasi Global Jadi Pemicunya
Reli tukar mata uang Rupiah terhadap dolar AS selama perdagangan 24 jam terakhir kembali merosot, di penutupan pasar Spot kurs di kisaran Rp 15.557
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Reli tukar mata uang Rupiah terhadap dolar AS selama perdagangan 24 jam terakhir kembali merosot, di penutupan pasar Spot kurs Rupiah melemah di kisaran Rp 15.557 per dolar AS, Rabu (4/9/2024).
Posisi tersebut berbanding terbalik dengan reli rupiah pada pertengahan Agustus lalu, dimana mata uang rupiah berada di posisi 15.716 per dolar AS, tertinggi dalam dua minggu terakhir, sebagaimana dikutip dari kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR).
Berlawanan dengan Rupiah, reli Dolar AS justru terpantau naik sekitar 0,02 persen hingga berada di titik 101,66, lebih tinggi bila dibandingkan dengan penutupan harga sebelumnya.
Baca juga: RI dan Korsel Sepakat Gunakan Rupiah dan Won untuk Transaksi Dagang 2 Negara
Sentimen negatif bisa melanda reli Rupiah pasca Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan RI mengalami deflasi dan kondisi manufaktur kontraksi.
Menurut laporan BPS, selama Agustus 2024, Indonesia dilanda deflasi sebesar 0,03 persen secara bulanan. Sedangkan secara tahunan (year on year/yoy) mencatatkan inflasi 2,12 persen. Jadi deflasi keempat yang dialami Indonesia sepanjang 2024.
Adapun fenomena deflasi empat bulan ini terjadi imbas anjloknya harga komoditas bawang merah, daging ayam ras, tomat, dan telur ayam ras. Karena masing-masing menyumbang andil deflasi sebesar 0,08 persen, 0,03 persen, dan 0,03 persen.
Tak hanya ancaman deflasi, nilai mata uang rupiah anjlok di pekan ini lantaran investor mengalami tekanan akibat rilisnya data Purchasing Manager Index (PMI) manufaktur Indonesia yang mengalami kontraksi, anjlok ke level 48,9 pada Agustus 2024. Jadi yang terendah sejak Agustus 2021.
Pelemahan ini menandakan tekanan yang signifikan terhadap sektor manufaktur, yang saat ini merupakan tulang punggung ekonomi Indonesia. Memicu kekhawatiran investor terkait adanya deflasi panjang hingga membebani kinerja perekonomian Indonesia di beberapa bulan kedepan.
Di sisi lain, rupiah anjlok bukan cuma terbebani sentimen regional, namun tertekan ancaman inflasi pasar global buntut PMI Manufaktur AS yang mengalami kontraksi 47,2 persen pada periode Agustus 2024, naik 0,4 poin persentase dari 46,8 persen yang tercatat pada periode Juli.
Baca juga: Giliran Bonus dari Pengusaha Cair Buat Peraih Medali Olimpiade: Uang Miliaran Rupiah Hingga Rumah
Sementara data imbal hasil US Treasury dengan tenor 10 tahun dilaporkan naik ke level 3,91 persen. Serangkaian tekanan ini yang dikhawatirkan bakal memicu kepanikan investor mengalihkan dananya ke aset-aset yang lebih aman di Amerika Serikat, menyebabkan arus keluar modal dari pasar negara berkembang seperti Indonesia terdampak.
IHSG Ikut Ambruk
Bayang-bayang deflasi RI hingga inflasi pasar global tak hanya memicu anjloknya reli Rupiah, namun juga membebani Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hingga mencatatkan kinerja buruk
Mengutip data IHSG pada perdagangan kemarin, pergerakan pasar saham Indonesia anjlok sebesar 1,01 persen di level 7.616,52. Penurunan ini membuat IHSG gagal melanjutkan penguatan dan meninggalkan level psikologis 7.700.
Kendati IHSG terkoreksi selama 24 jam terakhir, namun investor asing masih membukukan net buy sebesar Rp 116,83 miliar di seluruh pasar. Adapun net buy terbesar asing pada penutupan pasar kemarin mayoritas dikuasai oleh PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dengan nilai Rp 330,43 miliar.