GAPPRI Khawatirkan Peredaran Rokok Ilegal Makin Masif Pasca Kenaikan Tarif Cukai dan PP Kesehatan
GAPPRI mengkhawatirkan peredaran rokok ilegal di Indonesia makin masif setelah terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Choirul Arifin
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) mengkhawatirkan peredaran rokok ilegal di Indonesia.
Mereka menilai peredarannya akan makin masif setelah terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
"Keberadaan PP 28/2024 akan makin memicu masifnya peredaran rokok ilegal," kata Ketua Umum GAPPRI Henry Najoan kepada Tribunnews, dikutip Kamis (12/9/2024).
Selain PP 28/2024, kenaikan tarif cukai rokok kebijakan cukai juga dinilai akan memicu pertumbuhan dan perkembangan rokok illegal, sedangkan produksi rokok legal makin tertekan.
Selama empat tahun berturut-turut tarif cukai dinaikkan, GAPPRI memandang hal itu menyebabkan peredaran rokok ilegal makin marak.
"Kelihatan sekali terjadi pembiaran atas praktik mafia produsen rokok ilegal yang sangat merugikan rokok legal," ujar Henry.
Ia menjelaskan, dengan dinaikkan tarif cukai, maka jarak harga antara rokok legal dengan rokok ilegal makin jauh. Jauhnya jarak harga antara rokok legal dengan rokok ilegal dinilai menguntungkan pemain rokok ilegal.
Sebab, mereka tidak membayar cukai, Pajak Daerah, PPN, yang angkanya mencapai 70 hingga 83 persen per satu batangnya. "Dengan dinaikkannya tarif cukai, pemain rokok ilegal pun semakin mendominasi," jelas Henry.
Di saat yang bersamaan, ia mengatakan beban yang ditanggung produsen rokok legal makin berat. Dilihat dari tarif cukai, jika diakumulasi dalam empat tahun terakhir, telah terjadi kenaikan hingga 58 persen.
Henry menyebut selama lima tahun terakhir, tingkat peredaran rokok ilegal kerap beriringan dengan kenaikan harga rokok atas kebijakan tarif cukai.
Baca juga: Pakar: Pemerintahan Prabowo Bisa Revisi PP Kesehatan Asal Ada Dorongan Kuat
Pada 2019 saat tidak ada kenaikan cukai, tingkat peredaran rokok ilegal menurun dari tahun sebelumnya. "Pada 2020, ketika terjadi kenaikan cukai, tingkat peredaran rokok ilegal mengalami peningkatan," ucap Henry.
Perokok dengan pendapatan yang lebih rendah dinilai cenderung membeli rokok ilegal sebagai kompensasi atas kenaikan harga rokok akibat kenaikan tarif cukai.
Saat ini, kata Henry, kenaikan harga rokok telah melebihi batas maksimum.
Hal itu dipandang membahayakan keberlangsungan industri hasil tembakau (IHT) yang terbukti melalui penurunan jumlah pabrikan rokok terutama golongan 1.
Baca juga: Target Penerimaan Cukai Naik, APTI: Produk Rokok Ilegal Akan Merebak
Di sisi lain, rokok ilegal memiliki perputaran penjualan yang lebih cepat daripada rokok berpita cukai.
"Rokok ilegal lebih diminati oleh konsumen karena harganya yang lebih murah daripada rokok yang legal (berpita cukai)," tutur Henry.
Ia pun menegaskan bahwa upaya mengendalikan peredaran rokok ilegal di tengah tekanan kenaikan tarif cukai dan harga rokok bukanlah hal yang mudah.
Maka dari itu, diperlukan kerja sama antara berbagai pihak dalam menangani ini.
Termasuk menyamakan persepsi atau metodologi dalam melakukan perhitungan rokok ilegal untuk dapat menentukan formula kebijakan penanganan rokok ilegal yang lebih efektif.