Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Studi: Perubahan Iklim Hantui Dunia Penerbangan, Jadi Pemicu Turbulensi Pesawat

Mempelajari respons burung-burung pada ketinggian dapat membantu ahli meteorologi membuat model yang lebih baik untuk memprediksi turbulensi.

Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Seno Tri Sulistiyono
zoom-in Studi: Perubahan Iklim Hantui Dunia Penerbangan, Jadi Pemicu Turbulensi Pesawat
HO
Ilustrasi. Perubahan iklim dapat memicu peristiwa turbulensi pesawat menjadi lebih sering terjadi. 

“Secara sederhana, perubahan iklim meningkatkan perbedaan suhu antara massa udara hangat dan dingin yang bertabrakan untuk membentuk aliran jet di atmosfer atas. Efek ini membuat aliran jet kurang stabil dan memungkinkan lebih banyak turbulensi terjadi,” jelas Williams.

Cara Prediksi Turbulensi

Para ahli meteorologi kini tengah berupaya mengembangkan metode yang lebih baik untuk memperkirakan semua jenis turbulensi, salah satunya dengan menggunakan pemodelan komputer.

Akan tetapi, satu sumber data yang belum dimanfaatkan hingga saat ini adalah makhluk yang hidup bersama kita di langit yakni burung.

Ahli penerbangan burung dan aliran udara dari Universitas Swansea di Wales, Emily Shepard mengatakan bahwa mempelajari respons burung-burung pada ketinggian dapat membantu ahli meteorologi membuat model yang lebih baik untuk memprediksi turbulensi.

Peneliti dari Universitas Swansea mengklaim pengalaman burung terhadap angin dapat membantu memberikan prediksi turbulensi.

Ini lantaran Burung sering bermigrasi sejauh ribuan mil dengan kecepatan, arah, dan turbulensi angin yang menentukan rute yang mereka tempuh dan jumlah energi yang harus mereka keluarkan.

Mereka biasanya mengandalkan panas dan angin untuk tetap berada di ketinggian selama berbulan-bulan di satu sisi dan dapat terbang di ketinggian ekstrim, setinggi 13.000 kaki (4 km/2,5 mil) di atas tanah.

BERITA TERKAIT

Untuk mencapai ketinggian yang tinggi ini, mereka juga memanfaatkan sinyal arus balik yang kuat di awan kumulus pegunungan.

Dengan mempelajari bagaimana burung-burung tersebut merespons turbulensi, Shepard dan rekan-rekannya di Laboratorium Pergerakan Hewan Universitas Swansea ingin memvisualisasikan apa yang tidak terlihat dan memetakan apa yang dilakukan udara.

Dari tahun 2018 hingga 2019, tim Shepard menerbangkan pesawat ultralight bersama kawanan merpati pelacak.

Dengan menggunakan GPS, pencatat data tekanan barometrik dan akselerasi yang dipasang pada burung–lebih dari 88 penerbangan–mereka mengukur tingkat turbulensi selama perjalanan yang dilakukan burung untuk kembali ke sarangnya.

"Ada beberapa kali pilot terpaksa mendarat atau memutuskan untuk tidak terbang lagi pada pagi hari itu karena turbulensi yang sangat kuat. Tetapi merpati kembali ke loteng tanpa masalah. Jadi, merpati dapat menghadapi turbulensi tingkat tinggi–lebih dari ultralight. Mereka jelas memiliki mekanisme untuk mengatasi turbulensi ini," ujar Shepard.

Investigasi serupa juga pernah dilakukan, mengukur bagaimana burung camar terbang di atas bangunan.

Lewat investigasi ini industri pesawat dapat merencanakan jalur penerbangan untuk UAV dan drone di lanskap perkotaan yang memiliki ketinggian rendah.

"Masih banyak pertanyaan tentang turbulensi, tetapi satu hal yang pasti, perjalanan udara kita di seluruh dunia akan menjadi lebih sulit. Mungkin burung dapat mengajarkan kita satu atau dua hal tentang bagaimana menguasai langit,” kata Shepard.

 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas