Perang Dagang dengan Amerika Cs, China Akan Incar Asia Tenggara Sebagai Pasar Utama
China akan menyesuaikan strategi perdagangannya dengan menyasar Asia Tenggara sebagai negara tujuan impor barang-barangnya.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, SINGAPURA - Ketika Amerika Serikat/AS Cs (pihak Barat) menerapkan tarif tinggi, China kemungkinan akan bertindak hati-hati untuk menghindari perang dagang global.
Dalam kondisi demikian, para analis berpendapat China akan menyesuaikan strategi perdagangannya dengan menyasar Asia Tenggara sebagai negara tujuan impor barang-barangnya.
Selama berbulan-bulan, China berselisih paham dengan Kanada dan Uni Eropa (UE), yang keduanya mengikuti langkah AS mengenakan tarif pada impor China untuk kendaraan listrik (EV), baterai dan panel surya, serta baja dan aluminium.
China membalasnya dan mengumumkan pada Senin (9/9/2024) lalu dimulainya penyelidikan "antidiskriminasi" selama setahun sebagai balasan atas pajak tambahan 100 persen yang dikenakan Kanada pada semua kendaraan listrik buatan China.
“ Situasi ekonomi Tiongkok (China) saat ini tidak dalam kondisi baik,” kata Dr Chen Bo, seorang profesor ekonomi di Universitas Sains dan Teknologi Huazhong di Wuhan.
“Beijing benar-benar memahami betapa mahalnya perang dagang. Saya tidak berpikir Beijing berniat memicu perang dagang dengan negara atau ekonomi mana pun, khususnya dengan Uni Eropa. Ini semacam permainan yang merugikan semua pihak.”
Asia Tenggara Pasar Utama China
Para analis berpendapat perang dagang antara China dengan pihak Barat (Amerika Cs) pasti akan menimbulkan efek samping,.
Salah satu pihak yang ingin mengambil keuntungan dari perang dagang itu adalah Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Seperti diketahui China telah menjadi mitra dagang terbesar di Asia Tenggara selama 14 tahun berturut-turut .
Dan volume perdagangan antar negara mencapai rekor tertinggi sebesar US$722 miliar pada tahun 2022.
Negara-negara Asia Tenggara dapat memperoleh keuntungan dalam beberapa hal.
“Cara pertama adalah menangkap volume spillover (dari China) dengan harga rendah,” kata Warwick Powell, seorang profesor tambahan di Universitas Teknologi Queensland seperti dikutip dari CNA, Minggu (16/9/2024).
"Yang kedua adalah bahwa perusahaan-perusahaan Tiongkok dapat memperluas kehadiran mereka di (wilayah tersebut) sebagai platform untuk mengekspor ke UE dan Amerika Utara. Ini sudah menjadi polanya."