Asparindo: Awam Teknologi Jadi Kendala Digitalisasi Pembayaran di Pedagang Pasar
Asparindo mendukung upaya pemerintah supaya masyarakat memahami penggunaan transaksi digital maupun QRIS.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Asosiasi Pengelola Pasar Indonesia (Asparindo) menyampaikan awam teknologi atau cloud menjadi kendala pedagang pasar memahami digitalisasi pembayaran.
Ketua Umum Asparindo Y. Joko Setiyanto sosialisasi mengenai transaksi digital saat ini belum efektif sampai ke kalangan masyarakat bawah.
"Penggunaan transaksi digital misal QRIS di kelompok pedagang pasar masih sedikit. Kalau menyasar masyarakat bawah harus disosialisasikan lebih detail. Di Jabodetabek saja yang menggunakan baru berapa," ujar Joko saat dihubungi, Kamis (19/9/2024).
Joko berujar, dari data Asparindo penggunaan transaksi digital, terutama di kelompok pedagang tradisional memiliki sejumlah kendala. Dia mencontohkan, pedagang masih awam dalam penggunaan teknologi.
Baca juga: Ikappi: 12,5 Juta Pedagang Pasar Perlu Dibekali Pemahaman Penggunaan QRIS
Karena itu, Asparindo mendorong supaya sosialisasi dan edukasi kepada para pedagang tradisional. Selain itu, dia berpesan agar cara penyampaian pemerintah juga lebih efektif dan tidak elitis.
"Sosialisasi terus menerus perlu dilakukan. Karena masih banyak pedagang melihat QRIS tiu kayak gambar kumpulan cacing," tambah Joko.
Komunikasi yang disampaikan, menurut Joko, harus tepat dengan penggunaan kata-kata yang mudah dimengerti oleh kalangan pedagang pasar. Menurutnya, asosiasi atau organisasi juga perlu dilibatkan sehingga kelompok-kelompok tertentu mau mendengarkan pesan yang disampaikan.
"Pelu digaungkan terus penggunaan transaksi digital. Asparindo siap mendukung supaya masyarakat memahami penggunaan transaksi digital maupun QRIS," terang Joko.
Senada, Direktur Utama PT TDC Indra meyakini sosialisasi dan edukasi terus dilakukan oleh seluruh stakeholder seperti Bank Indonesia, ASPI, Fintech dan perusahaan-perusahaan yang bergerak dibidang digital.
"Sosialisasi itu jalan terus dari semua stakeholder, termasuk kami saat sosialisasi Poskulite sebagai penyedia QRIS. Persoalan yang muncul saat sosialisasi itu pasti ada seperti gagap teknologi, kekwatiran penipuan dan lainya, tapi bertahap persoalan itu selesai setelah mendapatkan penjelasan yang detail," ujar Indra.
Indra juga sepakat komunikasi yang dilakukan harus dengan pengunaan kata kata yang mudah dipahami para pedagang.
Ia menegaskan berhasilnya sebuah kebijakan atau produk itu saat masyarakat mampu menyerap seluruh informasi secara utuh dan mengelolanya dengan benar. Artinya, pada saat menjalankan atau mengunakan produk, tidak terjadi kesalahan yang bisa berakibat hasil yang tidak maksimal.
"Memang harus mengunakan bahasa pasar, dan benar itu, melibatkan organisasi yang konsen perkembangan para pedagang. Saat sosialisasi Poskulite sebagai penyedia QRIS kami libatkan Tamado grup di Sumut, dan kerjasama dengan IKAPPI di Bali," katanya.