Pengusaha Sebut 5,9 Juta Orang Indonesia Menggantungkan Hidup dari Ekosistem Tembakau
GAPPRI mengungkapkan, terdapat 5,9 juta jiwa masyarakat di Indonesia yang bergantung pada ekosistem produk dan industri tembakau.
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) mengungkapkan, terdapat 5,9 juta jiwa masyarakat di Indonesia yang bergantung pada ekosistem produk dan industri tembakau.
Ketua Umum Perkumpulan GAPPRI, Henry Najoan mengatakan, perekonomian jutaan masyarakat ini berpotensi terganggu imbas langkah Pemerintah menerbitkan PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Belum selesai polemik terkait PP 28/2024, Kementerian Kesehatan menginisiasi aturan turunannya berupa Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) yang memuat ketentuan Kemasan Polos tanpa merek.
"Ingin saya ingatkan lagi kepada pemerintah bahwa ekosistem industri kretek kurang lebih sekarang ini menampung tenaga kerja kurang lebih sekitar 5, 9 juta jiwa," ungkap Henry dalam acara diskusi yang berlangsung di Kawasan Senayan, Jakarta, Kamis (19/9/2024).
"Mulai dari petani, kemudian karyawan, pekerja-pekerja industri pendukung seperti kertas pembungkus dan perasa," sambungnya.
Diketahui, PP 28/2024 ini memiliki beberapa poin yang menjadi sorotan. Pertama, memberlakukan batas maksimal tar dan nikotin untuk produk tembakau.
Baca juga: Dinilai Tidak Transparan, DPR Sorot Draft Aturan Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek
Kedua, adanya pemberlakuan larangan zonasi penjualan dalam radius 200 meter dari kawasan sekolah dan tempat bermain anak, serta memberlakukan larangan zonasi iklan luar ruang dalam radius 500 meter terhadap titik iklan yang sudah beroperasi saat ini.
Baca juga: Pemerintah Atur Pembatasan Iklan Rokok dalam PP Kesehatan, Berikut Rinciannya
Sederet hal tersebut menurut Henry, akan berdampak pada operasional atau kinerja industri rokok. Dampaknya akan turut dirasakan oleh para petani tembakau, hingga para pekerja di industri kretek.
"Banyak kontroversi yang sangat luar biasa, sehingga kesan kami industri ini dibuat menjadi sunset industry dan ujungnya secara perlahan industri ini akan habis," papar Henry.
"Di beberapa pasal menyebutkan bahwa aturan penjualan 200 meter dari tempat pendidikan dan lain-lain, ada lagi yang mengatur iklan-iklan di Media elektronik dan nonelektronik. Seakan-akan industri ini di pojokan menjadi stigma industri yang paling berbahaya," pungkasnya.