Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Belum Diratifikasi RI, Kemenkes Disebut Aneh karena Adopsi FCTC untuk RPMK

Pelaku industri rokok elektronik juga sudah proaktif mencegah pembelian oleh anak-anak.

Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Seno Tri Sulistiyono
zoom-in Belum Diratifikasi RI, Kemenkes Disebut Aneh karena Adopsi FCTC untuk RPMK
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Petani menyortir tembakau di gudang. Pemerintah Indonesia belum meratifikasi FCTC, sehingga tindakan Kemenkes ini menuai kritik. 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengadopsi perjanjian internasional Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik.

RPMK tersebut merupakan peraturan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan.

Ironisnya, Pemerintah Indonesia belum meratifikasi FCTC, sehingga tindakan Kemenkes ini menuai kritik. Juru Bicara Komunitas Kretek Khoirul Atfifudin menilai langkah ini aneh.

Atfifudin sebelumnnya sempat mengikuti public hearing Kemenkes terkait dengan RPMK ini.

Kemenkes disebut mengambil referensi dari negara-negara yang telah meratifikasi FCTC.

Baca juga: Kemendag Khawatir Rancangan Permenkes Soal Rokok Kemasan Polos Bisa Ganggu Hak Pedagang

Ketika dikonfirmasi kembali, Atfifudin membenarkan hal tersebut dan menyebut Kemenkes aneh karena melakukan hal demikian.

BERITA REKOMENDASI

"Iya itu aneh kan. (Presiden) Jokowi tuh saya lupa persisnya tahun berapa ya, dia bilang dia enggak akan meratifikasi FCTC gitu ya perjanjian dari WHO itu gitu. Ini justru mengadopsi FCTC gitu. Itu kan agak aneh gitu lho," kata Atfifudin kepada Tribunnews, Selasa (1/10/2024).

Dihubungi terpisah, Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Henry Najoan menilai bahwa meratifikasi FCTC adalah tindakan naif untuk Indonesia

Sebab, berbeda dengan negara lain seperti Singapura dan Australia, produk tembakau Indonesia seperti kretek, mulai dari bahan baku, pekerja, hingga konsumen, mayoritas berasal dan berada di dalam negeri.

"Karena itu, naif jika kita ikut-ikutan meratifikasi FCTC tanpa mempertimbangkan dampak yang akan timbul di sepanjang mata rantai produk tembakau," kata Henry.

Ia mengingatkan bahwa pada 2016, Jokowi pernah menyampaikan agar Indonesia tidak sekadar mengikuti tren internasional.

Hal itu karena pemerintah harus mempertimbangkan kepentingan nasional dengan menjaga kelangsungan hidup petani tembakau dan buruh yang bekerja di sektor industri tembakau.

Salah satu peraturan yang diadopsi dari FCTC adalah pelarangan iklan produk tembakau dan rokok elektronik di media sosial berbasis digital yang tercantum dalam RPMK Tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik Pasal 23 ayat 3.

Plt. Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengungkap bahwa peraturan tersebut diadopsi dari FCTC.

"Ada beberapa hal yang dari FCTC kita belum sepenuhnya lakukan. Misalnya kalau di FCTC itu melarang sama sekali, di Indonesia kita belum larang, iklan di media sosial. Itu kita larang, yang lain kita kendalikan. Salah satunya seperti itu," kata Nadia dalam acara diskusi di Jakarta pada Senin (30/9/2024) malam.

Menurut Sekretaris Jenderal Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Garindra Kartasasmita, ketentuan larangan menjual produk tembakau alternatif di media sosial akan memberatkan pengusaha kecil dan menengah.

Garindra menjelaskan industri produk tembakau alternatif merupakan industri kecil yang mayoritas pelaku usahanya tergolong Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta berbasis komunitas.

Menurutnya, dengan adanya larangan menjual di media sosial, maka semakin mempersempit ruang pelaku usaha untuk mengedukasi konsumen.

"Dengan pasal-pasal yang ada justru semakin lebih berat karena kami menggunakan media sosial untuk mengedukasi konsumen dewasa. Produk kami memenuhi unsur edukasi, tapi kalau dilarang beriklan bagaimana kami bisa memerangi produk ilegal?” kata Garindra.

Garindra melanjutkan, perilaku konsumen produk tembakau alternatif memiliki karakteristik tersendiri.

Oleh sebab itu, penggunaan media sosial menjadi instrumen yang penting bagi pelaku usaha untuk menjangkau konsumen dewasa guna mendorong pertumbuhan bisnis.

Di sisi lain, verifikasi umur pun dapat dilakukan di media sosial. Pelaku industri rokok elektronik juga sudah proaktif mencegah pembelian oleh anak-anak.

Pihaknya memastikan bahwa rokok elektronik hanya diperuntukkan bagi konsumen dewasa, dan anggotanya patuh pada regulasi batas usia.

Sebagai tambahan informasi, RPMK Tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik Pasal 23 ayat 4 menyebutkan yang termasuk media sosial berbasis digital sebagaimana dimaksud pada ayat 3 adalah Instagram, Facebook, TikTok, Twitter(X), YouTube, WhatsApp, Telegram, SnackVideo, Pinterest, QZone, Reddit, Weibo, Tumblr, Baidu Tieba, Threads, LINE, LinkedIn, WeChat, Kakao Talk, CapCut, Spotify, Joox, Clubhouse, Discord, dan lain-lain.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas