Kinerja Industri Bulan September Diklaim Masih Positif
Indeks Kepercayaan Industri (IKI) berada pada level 52,48 poin di bulan September 2024.
Penulis: Lita Febriani
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Lita Febriani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Para pelaku usaha masih mempertahankan kinerja positif sepanjang September, yang terlihat dari Indeks Kepercayaan Industri (IKI) berada pada level 52,48 poin, tidak jauh berbeda dari bulan sebelumnya.
Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif, menyampaikan kinerja industri yang stagnan ini disokong oleh beberapa faktor positif.
"Beberapa faktor positif yang mempengaruhi IKI bulan September, antara lain penguatan nilai tukar rupiah, pertumbuhan investasi khususnya di sektor bangunan seiring dengan penyelesaian proyek Ibu Kota Nusantara (IKN) dan Proyek Strategis Nasional (PSN), serta konsumsi rumah tangga, terutama dari kelas menengah ke atas, yang terus menopang perekonomian," tutur Febri, Senin (30/9/2024).
Febri menambahkan, secara keseluruhan IKI cenderung stagnan karena belum ada kebijakan signifikan bagi industri manufaktur yang dikeluarkan oleh Kementerian/Lembaga lain.
Kebijakan tersebut misalnya merevisi Permendag No. 8 Tahun 2024, Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Gas Bumi untuk Kebutuhan Domestik, Peraturan Menteri Keuangan terkait Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) ubin keramik impor dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) kain impor.
"Saat ini Kementerian Perindustrian masih menunggu sikap perbankan terhadap kebijakan penurunan suku bunga, sehingga dapat memperbanyak kredit manufaktur. Demikian juga untuk kebijakan harga gas industri yang berkorelasi kuat dengan IKI. Semakin tinggi harga gas, akan semakin menekan IKI," ungkapnya.
Baca juga: Masih Didominasi Produk Impor, Industri Gim Lokal Hanya Kuasai 0,5 Persen di Pasar RI
Sementara itu, penurunan suku bunga dapat mendukung permintaan domestik yang masih lemah.
Kejelasan mengenai kebijakan suku bunga AS yang lebih rendah akan semakin meningkatkan aliran modal asing dan memperkuat stabilitas eksternal negara-negara berkembang.
"Perkembangan ini mendukung kebijakan ekonomi negara berkembang dalam menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan di tengah volatilitas global," terang Febri.