Gandum Pangan Dipakai Pakan Ternak, KPPU Segera Panggil Pihak Terkait
Saat ini KPPU tengah menangani laporan terkait dugaan pelanggaran UU Nomor 5 Tahun 1999, yang tekait dengan komoditas gandum.
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) bergerak cepat merespon isu 'rembesnya' importasi gandum. Dalam sepekan terakhir, masalah seputar dugaan penggunaan gandum pangan untuk bahan pakan ternak makin menghangat.
Komisioner KPPU, Hilman Pujana mengatakan bahwa lembaganya bakal mengundang para pemangku kepentingan (stakeholder) terkait ini. Mereka yang diundang adalah Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (APTINDO), Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT), Kementerian pertanian (Kementan), para regulator serta sejumlah stakeholder lainnya.
"Ini dalam upaya memberi saran dan pertimbangan kepada pemerintah terkait dugaan persaingan usaha yang tidak sehat diantara para produsen pakan dalam mempergunakan gandum sebagai bahan utama pakan ternak," ujar Hilman melalui keterangan persnya di Jakarta, Kamis (17/10).
Dijelaskan Hilman, secara regulasi, impor gandum peruntukan bagi pangan (food wheat) tidak dikenakan bea masuk. Sebaliknya, bea masuk gandum pakan (feed wheat) dikenakan 5 persen.
Baca juga: IFW Minta Pemerintah Melek, Gandum Pangan Disulap Jadi Bahan Pakan
Perbedaan bea masuk gandum pakan dan pangan tersebut, lanjut Hilman, disinyalir menjadi indikasi penyebab persaingan usaha yang tidak sehat diantara para produsen pakan ternak.
"Ada sebagian pengusaha yang tertib sesuai peruntukan mempergunakan gandum pakan dengan bea masuk sebesar 5% untuk bahan baku pakan ternak. Tetapi ada juga informasi dugaan rembesnya gandum pangan dengan bea masuk 0% tetapi digunakan sebagai bahan pakan ternak," beber Hilman
"Sehingga perlu pengawasan supaya tidak terjadi peruntukan importasi gandum yang tidak sesuai. Perlu pengawasan ketat secara berkesinambungan baik melalui penguatan regulasi yang mengatur distribusi gandum dan juga implementasi pengawasan dan penegakan hukum," jelas dia.
Saat ini KPPU tengah menangani laporan terkait dugaan pelanggaran UU Nomor 5 Tahun 1999, yang tekait dengan komoditas gandum. KPPU masih menelusuri adanya kejanggalan terkait data importasi gandum yang meningkat sejak 2015.
Di sisa lain, masih menurut Hilman, adaa gap (selisih) yang lebar antara impor gandum dengan kebutuhan gandum industri terigu.
"Apakah ada industri baru yang menyerap gandum begitu besar selain dari industry tepung? Dari informasi yang diterima sebagai contoh di tahun 2023 ada selisih sekitar 2 juta ton antara impor gandum dan kebutuhan gandum industri tepung," bebernya.
Dari analisis sementara yang dilakukan oleh KPPU, pihaknya melihat masih ada kekosongan regulasi dalam hal pengawasan dan peredaran gandum. Perlu diatur hal hal seperti labeling/pencantuman kode Harmonized System (HS) pada kemasan yang dapat menunjukan apakah peruntukan gandum pangan dan pakan sudah tepat.
"Untuk Implementasi pengawasan di lapangan diperlukan regulasi yang tegas sebagai acuan. Perlu adanya kejelsan siapa yang bertugas mengawasi dan sanksi yang dapat diberikan kepada pelaku usaha yang melanggar," pungkasnya.