Penyebab Raksasa Tekstil PT Sritex Dinyatakan Pailit
Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang menyatakan PT Sri Rejeki Isman Tbk. atau Sritex pailit atau bangkrut. Ini penyebabnya.
Penulis: Febri Prasetyo
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang menyatakan PT Sri Rejeki Isman Tbk. atau Sritex pailit atau bangkrut.
Pernyataan itu termaktub dalam putusan PN Semarang dengan nomor perkara 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg.
PT Indo Bharta Rayon menjadi pihak pemohon perkara itu. Adapun termohon ialah PT Sri Rejeki Isman Tbk, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya.
Ketiga termohon dianggap lalai dalam memenuhi kewajiban pembayaran kepada para pemohon berdasarkan putusan homologasi tanggal 25 Januari 2022.
"Menyatakan bahwa para termohon (termasuk Sritex) pailit dengan segala akibat hukumnya," demikian bunyi petitum perkara dikutip dari Kompas, Rabu (23/10/2024).
Putusan itu membatalkan Putusan Pengadilan Niaga Semarang Nomor No. 12/ Pdt.Sus-PKPU/2021.PN.Niaga.Smg Tanggal 25 Januari 2022 mengenai Pengesahan Rencana Perdamaian (Homologasi).
Dikutip dari Antara, Juru Bicara Pengadilan Niaga Kota Semarang Haruno Patriadi mengonfirmasi putusan terbaru ini.
Haruno mengatakan putusan dalam persidangan yang dipimpin Hakim Ketua Muhammad Anshar Majid tersebut mengabulkan permohonan PT Indo Bharat Rayon sebagai debitur PT Sritex.
"Mengabulkan permohonan pemohon. Membatalkan rencana perdamaian PKPU pada bulan Januari 2022," ujar dia.
Digempur tekstil dari Tiongkok
Beberapa bulan lalu, Sritex mengatakan pendapatannya menurun drastis karena kondisi geopolitik dan gempuran produk tekstil impor dari Tiongkok.
Baca juga: Pendapatan Merosot Drastis, Sritex: Karena Geopolitik dan Gempuran Produk Tekstil Impor dari China
Menurut Direktur Keuangan Sritex, Welly Salam, kondisi geopolitik seperti perang Rusia-Ukraina dan Israel - Palestina mengakibatkan gangguan supply chain atau rantai pasokan.
Selain itu, kondisi geopolitik juga disebut menyebabkan penurunan ekspor karena terjadi pergeseran prioritas oleh masyarakat kawasan Eropa maupun Amerika Serikat.
Berikutnya, Welly menyebut penurunan pendapatan yang drastis disebabkan oleh terjadinya over supply tekstil di Tiongkok yang menyebabkan terjadinya dumping harga.
"Produk-produk ini (hasil dumping) menyasar terutama ke negara-negara di luar Eropa dan China yang longgar aturan impornya," kata Welly dalam Keterbukaan Informasi Bursa Efek Indonesia pada 22 Juni 2024, dikutip Tribunnews pada Rabu (26/6/2024).