Sebelum Sritex Pailit, Bosnya Pernah Sebut Alami Rugi Imbas Banjir Tekstil Tiongkok
Bos Sritex pernah curhat bahwa banjir tekstil Tiongkok di Indonesia telah membuat perusahaan mengalami penurunan pendapatan.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Febri Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM - PT Sri Rejeki Isman Tbk. atau Sritex telah resmi dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang lewat keputusan perkara dengan nomor 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg tertanggal 21 Oktober 2024.
Adapun keputusan pailit tersebut berawal dari gugatan vendor PT Indo Bharta Rayon buntut Sritex yang tak kunjung membayar utang.
Dalam gugatannya, PT Indo Bharat Rayon menganggap Sritex telah lalai dalam memenuhi kewajiban pembayaran utang.
Publik pun akhirnya bertanya penyebab pabrik tekstil terbesar di Asia Tenggara tersebut bisa dinyatakan pailit.
Ternyata, ada dugaan utang Sritex yang menggunung menjadi penyebab keputusan pailit dari PN Niaga Semarang.
Dikutip dari laporan keuangan Sritex per 30 Juni 2024, total uang Sritex ternyata mencapai 1,59 miliar dolar AS atau Rp25 triliun (jika menggunakan kurs Rp15.600).
Utang yang sedemikian besar tidak didukung dengan dengan kenaikan aset dari Sritex.
Masih berdasarkan laporan keuangan yang sama, aset Sritex mengalami penurunan dari 648,98 juta dolar AS pada tahun lalu menjadi 617,33 juta dolar AS per 30 Juni 2024.
Hal tersebut diperparah dengan penurunan penjualan perusahaan yang terus mengalami penurunan.
Baca juga: Kronologi PT Sritex Dinyatakan Pailit, Berawal dari Tak Penuhi Kewajiban Pembayaran Utang
Pada 2023, Sritex mencatatkan penjualan hingga 166,9 juta dolar AS. Namun, pada semester I 2024, mengalami penurunan dengan penjualan sebesar 131,72 juta dolar AS.
Sementara, beban produksi Sritex sendiri lebih besar dari penjualan yang dilakukan yaitu 150,24 juta dolar AS.
Karena itu, bisa dikatakan Sritex tidak bisa menutupi ongkos produksi.
Secara keseluruhan, perusahaan yang berbasis di Sukoharjo, Jawa Tengah, itu mengalami kerugian sebesar 174,84 juta dolar AS atau sekitar 2,73 triliun.
Sedankan, di semester I tahun ini, sudah mengalami kerugian sebesar 25,73 juta dolar AS atau Rp402,66 miliar.