Sebelum Sritex Pailit, Bosnya Pernah Sebut Alami Rugi Imbas Banjir Tekstil Tiongkok
Bos Sritex pernah curhat bahwa banjir tekstil Tiongkok di Indonesia telah membuat perusahaan mengalami penurunan pendapatan.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Febri Prasetyo
Sebelum dinyatakan pailit, Direktur Keuangan Sritex, Welly Salam, sempat menyebut bahwa penurunan pendapatan perusahaan karena adanya pandemi Covid-19 dan banjir tekstil dari Tiongkok.
Hal itu disampaikannya pada Juni 2024 lalu saat beredar isu bahwa Sritex dinyatakan bangkrut.
Awalnya, Welly menanggapi isu tersebut dengan bantahan bahwa Sritex telah bangkrut.
Dikutip dari Kompas.com, dia mengeklaim Sritex masih beroperasi.
"Tidak benar (Sritex bangkrut), karena perseroan masih beroperasi dan tidak ada putusan pailit dari pengadilan," ujarnya pada 24 Juni 2024 lalu.
Baca juga: Pailit, Sritex Punya Utang Rp25 Triliun, 20 Ribu Pekerja Terancam PHK dan Tak Dapat Pesangon
Kendati demikian, Welly mengakui bahwa terjadi penurunan pendapatan Sritex buntut pandemi Covid-19 dan persaingan di industri tekstil global.
Selain itu, kondisi geopolitik yaitu konflik Rusia-Ukraina dan Israel Palestina juga dianggap menjadi penyebab lain penurunan pendapatan Sritex.
Welly juga menyebut banjir tekstil dari Tiongkok mengakibatkan terjadinya dumping harga.
Dengan kondisi semacam itu, dia menyebut Sritex beroperasi lewat kas internal maupun pembiayaan dari sponsor.
"Situasi geopolitik dan gempuran produk China masih terus berlangsung sehingga penjualan belum pulih. Perseroan tetap beroperasi dengan menjaga keberlangsungan usaha serta operasional dengan menggunakan kas internal maupun dukungan sponsor," ujar Welly.
Saham Sritex Sudah Penuhi Kriteria Delisting
Kini, PT Bursa Efek Indonesia (BEI) juga sudah menyatakan bahwa Sritex telah memenuhi kriteria untuk dihapus dari bursa efek atau delisting buntut putusan pailit dari PN Niaga Semarang.
BEI pun disebut telah melakukan penghentian sementara perdagangan Sritex dari seluruh pasar sejak tiga tahun lalu atau 18 Mei 2021.
"Karena adanya penundaan pembayaran pokok dan bunga MTN Sritex Tahap III Tahun 2018 ke-6," kata Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna pada Jumat (25/10/2024).
Nyoman juga menyebut BEI telah menyampaikan permintaan penjelasan dan reminder kepada Sritex untuk menyampaikan keterbukaan informasi mengenai tindak lanjut dan rencana perusahaan selanjutnya.
"Termasuk upaya SRIL (nama saham Sritex) untuk mempertahankan going concern-nya," tuturnya.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)(Kompas.com/Agustinus Rangga Respati/Muhammad Idris/Fika Nurul Ultya