Tanggapi Putusan Pembatalan Homologasi, Sritex Ajukan Kasasi
Selama 58 tahun, Sritex telah menjadi bagian dari industri tekstil Indonesia. Sebagai perusahaan tekstil terbesar di Asia tenggara
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Manajemen PT Sri Rejeki Isman Tbk alias Sritex memberikan perhatian serius terkait putusan pembatalan homologasi yang dinyatakan oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang melalui putusan perkara dengan nomor 2/Pdt.Sus Homologasi/2024/PN Niaga Smg oleh Hakim Ketua Moch Ansor pada Senin, 21 Oktober 2024.
"Kami menghormati putusan hukum tersebut, dan merespon cepat dengan melakukan konsolidasi internal dan konsolidasi dengan para stakeholder terkait.
Hari ini, kami telah mendaftarkan kasasi untuk menyelesaikan persoalan itu dengan baik dan memastikan terpenuhinya kepentingan para stakeholder," kata pihak Divisi Komunikasi Korporat PT Sri Rejeki Isman Tbk melalui keterangan tertulis, Jumat (25/10/2024).
Baca juga: Sritex Pailit, Menperin: Pemerintah Susun Skema Penyelamatan Karyawan
Disebutkan, upaya ini merupakan bentuk tanggungjawab kami kepada para kreditur, pelanggan, karyawan dan pemasok yang telah bersama-sama mendukung usaha kami selama lebih dari setengah abad. Kami akan memberikan upaya terbaik sesuai dengan ketentuan hukum.
Selama 58 tahun, Sritex telah menjadi bagian dari industri tekstil Indonesia. Sebagai perusahaan tekstil terbesar di Asia tenggara, perusahaan telah berkontribusi bagi Solo Raya, Jawa Tengah dan Indonesia.
"Saat ini ada sekitar 14.112 karyawan SRIL yang terdampak langsung, 50.000 karyawan dalam Grup SRITEX, dan tak terhitung usaha kecil dan menengah lain yang keberlangsungan usahanya tergantung pada aktivitas bisnis Sritex," sebutnya.
"Sritex membutuhkan dukungan dari pemerintah dan stakeholder lain agar dapat terns berkontribusi bagi kemajuan industri tekstil Indonesia di masa depan," katanya.
PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex, perusahaan tekstil di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, dinyatakan pailit berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Semarang Kelas 1A Khusus, Jawa Tengah. Putusan pailit itu berkait dengan permohonan pembatalan perdamaian yang diajukan oleh PT Indo Bharat Rayon.
PT Indo Bharat Rayon merupakan kreditur dari empat perusahaan tekstil, yakni PT Sri Rejeki Isman (Sritex), PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya.
Mengutip Kompas.com, Sritex merupakan produsen tekstil penghasil 24 juta potong kain per tahun untuk 40 negara. Sritex juga pernah mengerjakan busana label ternama dan menyuplai seragam militer untuk 27 negara.
Berdasarkan laporan keuangan Desember 2020, total utang Sritex sebesar Rp 17,1 triliun. Padahal saat itu, total asset Sritex hanya Rp 26,9 triliun.
Baca juga: Sritex Pailit, Kemenaker: Jangan Buru-buru PHK, Serikat Pekerja untuk Tetap Tenang
Sritex harus menghidupi lebih dari 17.000 karyawan. Dikutip dari sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Semarang, PT Indo Bharta Rayon menggugat Sritex sejak 2 September 2024 karena dinilai lalai memenuhi kewajiban membayar utang kepada kreditur.