Said Iqbal Optimis Upah Buruh Tahun Depan Naik 10 Persen, Ini Hitungannya
Jika upah buruh mengalami kenaikan 8,7 persen maka kira-kira konsumsi akan naik di atas Rp 188 triliun.
Penulis: Lita Febriani
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Lita Febriani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dengan keputusan Mahkamah Agung menyoal Undang-undang Cipta Kerja, yang meminta pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk membentuk Undang-undang Ketenagakerjaan baru membawa angin segar bagi para buruh.
Dengan keputusan MK tersebut, maka dewan pengupahan berfungsi kembali, lalu upah sektoral kembali akan berbeda, lalu indeks yang dirundingkan dalam skema ketentuan kenaikan upah bisa dilakukan bersama, kebutuhan hidup layak wajib disurvei, terakhir dipastikan upah akan di atas inflasi.
Berdasarkan putusan MK, Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan tidak berlaku. Jika pengusaha masih tetap menerapkan PP 51, artinya melanggar konstitusi.
Baca juga: Andi Gani Sebut Hakim MK Kabulkan 70 Persen Tuntutan Buruh, Dari Upah Hingga Tenaga Kerja Asing
Presiden Partai Buruh Indonesia Said Iqbal optimis, dengan berdasar putusan MK tersebut, tahun depan upah buruh bisa naik hingga 10 persen, sebab hitungannya upah harus di atas inflasi ditambah dengan pertumbuhan ekonomi.
"Iya, berarti 2,5 persen dari inflasi + 5,1 persen pertumbuhan ekonomi, menjadi 7,6 persen. Itulah kenapa kita minta kenaikan upah minimum 8 persen sampai 10 persen, karena tahun 2024 siapa bilang upah naik, justru nombok. Nombok 1,3 persen, naiknya upah cuma 1,58 persen, inflasinya 2,8 persen. Kita kurangi saja, berarti 1,3 persen nomboknya. Tombokan itu kita taruh di 2025," ungkap Said Iqbal dalam Wawancara Eksklusif Tribunnews.com, Kamis (31/10/2024).
Partai Buruh memiliki penelitian dengan KSPI, dimana jika upah naik 1,58 persen konsumsi hanya bertambah sekitar Rp 26 triliun per-tahun. Akan tetapi jikalau upah naik 8,7 persen, kira-kira konsumsi akan naik di atas Rp 188 triliun.
"Kalau upah naik 10 persen misal konsumsi jadi Rp 200 triliun, artinya kenaikan upah itu menaikkan konsumsi. Menaikkan konsumsi berarti menaikkan pertumbuhan ekonomi. Presiden Pak Prabowo ingin pertumbuhan ekonomi 8 persen, ya kalau masih pakai PP nomor 51 enggak tercapai. Dengan sekarang Insyaallah menuju kepada 8 persen pertumbuhan ekonomi," jelasnya.