Pemerintah Perlu Fokus Naikkan Daya Beli Dulu Agar Industri Tekstil Nasional Kembali Bangkit
Pemerintaha perlu fokus meningkatkan daya beli masyarakat untuk membangkitkan kembali industri tekstil nasional yang kini terpuruk.
Penulis: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto perlu fokus meningkatkan daya beli masyarakat untuk membangkitkan kembali industri tekstil nasional yang kini terpuruk.
Untuk itu, anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Gerindra Bambang Haryo Soekartono menyarankan agar Pemerintah menjalin kerja sama erat dengan Komisi VII DOR untuk mendalami bersama akar permasalahan ambruknya industri tekstil nasional dan mencari solusi penyelesaiannya secara tuntas.
Bambang Haryo mencontohkan, ambruknya industri tekstil nasional PT Sri Rejeki Isman (Sritex) merupakan hal yang patut disesali mengingat sandang, pangan dan papan merupakan kebutuhan pokok masyarakat.
Dia mengatakan, tekanan kebutuhan ekonomi membuat masyarakat menahan pembelian pakaian baru dan memilih memprioritaskan pengeluaran untuk membeli kebutuhan pokok lainnya seperti pangan, energi (listrik, gas, BBM) Air, kesehatan dan pendidikan.
Saat ini harga-harga dan biaya berbagai kebutuhan tersebut mengalami kenaikan tajam dan membebani masyarakat.
"Daya beli masyarakat untuk sandang menurun tajam bahkan hampir mendekati tidak ada," kata Bambang Haryo, dikutip Rabu (6/11/2024).
Penurunan daya beli ini, tidak hanya berdampak pada produk sandang dalam negeri, tapi juga pada produk sandang impor. Sebagai bukti, beberapa titik penjualan barang impor mengalami penurunan.
Misalnya, gerai barang impor yang ada di banyak mall termasuk pasar-pasar grosir misalnya Mangga Dua dan ITC yang juga menjual barang barang impor, mengalami penurunan drastis bahkan melebihi 50 persen dan mengakibatkan sebagian besar outletnya tutup.
"Inilah penyebab utama dari hancurnya industri sandang kita," kata dia.
Padahal di tahun 2010 hingga tahun 2014, industri sandang di Indonesia yang jumlahnya sekitar 2.300 semuanya masih eksis, termasuk PT Industri Sandang Nusantara. Walaupun produk tekstil maupun pakaian impor sangat melimpah di pasaran," ujarnya.
Dia menjelaskan, hingga 2014 lalu, gerai tekstil di pusat perbelanjaan seperti Mangga Dua dan ITC Jakarta masih banyak yang eksis.
Demikian juga di Pasar Senen, Pasar Minggu Pagi di Jalan Pahlawan Surabaya yang menjual barang bekas dari luar negeri pun, masih diminati pembeli. Namun saat ini kondisi tersebut sudah berbeda.
Industri sandang lokal mengalami penurunan drastis penjualannya, bukan sepenuhnya akibat membanjirnya tekstil impor tapi juga karena daya beli masyarakat yang turun akibat banyaknya kebutuhan pokok lainnya yang mengalami kenaikan harga yang lebih tinggi.
"Walaupun industri tekstil dalam negeri nantinya didukung dengan insentif-insentif yang sangat besar tetapi tetap saja masyarakat tidak mempunyai daya beli yang cukup untuk membeli tekstil atau pakaian di saat ini," ungkap Bambang Haryo.
Bambang menjelaskan, semua industri sandang dalam negeri masih membutuhkan bahan baku sebesar 85 persen impor dari China.
Di sisi lainnya, ada keinginan untuk menghapus Permendag 8 tahun 2024, padahal industri tekstil di Indonesia sendiri masih membutuhkan bahan baku sebagian besar dari Cina.
Dia mengharapkan pelaku industri tekstil dapat mendkan kebutuhan bahan baku impor dan lebih meningkatkan inovasi untuk bisa mendapatkan bahan baku dalam negeri.
"Jika Pemerintah mendorong masyarakat untuk cinta produk Indonesia dengan slogan Aku Cinta Produk Indonesia. Apabila kita sudah betul betul mandiri, di produk tekstil dalam negeri kita, tak tertutup kemungkinan Permendag 8/2024 itu bisa dihapus," kata Bambang Haryo.
Baca juga: Menko Airlangga Jelaskan Alasan Pemerintah Selamatkan Sritex
Jika ingin membenahi iklim industri tekstil dalam negeri, maka pemerintah perlu menyusun suatu sistem yang memungkinkan harga kebutuhan pokok menurun, baik pangan, energi, air hingga kesehatan.
Jika memang pemerintah fokus menurunkan semua biaya kebutuhan pokok, masyarakat akan memiliki dana guna membeli sandang dan menabung sehingga, industri tekstil bisa kembali bertumbuh dan meningkat pesat seperti yang di harapkan.
Komisaris Sritex Keluhkan Regulasi Pemerintah
Komisaris Utama Sritex, Iwan S Lukminto, sebelumnya kepada media menyatakan, perusahaannya pailit lantaran terganjal aturan pemerintah.
Sritex dinyatakan pailit lewat putusan perkara Pengadilan Negeri (PN) Semarang dengan nomor 2/Pdt.Sus- Homologasi/2024/PN Niaga Semarang, Senin (21/10/2024).
Iwan mengatakan, selain Sritex, masih banyak perusahaan tekstil lainnya yang gulung tikar.
Terutama sejak diberlakukannya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 yang membuat produk impor ilegal maupun legal membanjiri pasar dalam negeri.
"Permendag 8 itu masalah klasik dan kita sudah tahu semuanya, jadi lihat saja pelaku tekstil banyak yang kena (bangkrut/tutup)."
"Banyak yang terdisrupsi terlalu dalam sampai ada yang tutup, jadi sangat signifikan (dampaknya)" kata Iwan, Senin (28/10/2024).
Iwan baru-baru ini menemui Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta. Dia menjelaskan, Menteri Perindustrian dan pemerintah akan bersama-sama menyiapkan strategi penyelamatan industri tekstil.
Baca juga: AMTI: Penyelamatan Sritex Harus Seiring Dengan Pemberantasan Impor Ilegal
Untuk itu, kini Iwan pun menyerahkan regulasinya ke kementerian terkait soal masalah ini.
Dalam pertemuan tersebut, Iwan menyatakan perusahaannya akan tetap beroperasi sembari menunggu arahan pemerintah selanjutnya.
Di sisi lain, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso tak terima jika Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 disebut sebagai biang kerok industri tekstil dalam negeri lesu.
Menurut dia, peraturan ini justru melindungi industri tekstil dalam negeri.
Budi menjelaskan bahwa dalam Permendag 8 di antaranya menyebutkan bahwa untuk mengimpor tekstil dan produk tekstil (TPT), dibutuhkan pertimbangan teknis (pertek).
"Kemudian impor pakaian jadi itu kan juga diatur kuotanya melalui Perdirjen Daglu Nomor 7 Tahun 2024," katanya di Hotel Four Seasons, Jakarta Selatan, Minggu (3/11/2024).
Kemudian, kata Budi, untuk TPT dan pakaian jadi juga dikenakan bea masuk pengamanan perdagangan. "Jadi aturannya di Permendag 8 seperti itu," ujarnya.
Terkait apakah peraturan ini akan direvisi, ia menegaskan bahwa Permendag 8/2024 selalu diulas kembali oleh pihaknya.
Sejauh ini, ia merasa Permendag 8/2024 tetap menjadi peraturan yang tepat untuk melindungi industri tekstil dalam negeri.
"Itu kalau review peraturan-peraturan selalu ada dari dulu, yang mana kan sesuai perkembangan, tetapi kan aturan Permendag 8 terkait industri tekstil itu sudah clear. Kita melindungi industri dalam negeri, sudah pasti," pungkas Budi.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Airlangga Hartarto menyatakan, industri tekstil tidak akan mengalami 'sunset' atau kecenderungan penurunan produksi, eskpor maupun penyerapan tenaga kerja.
Sebab menurutnya, industri tekstil ini suatu kebutuhan dan sudah menjadi gaya hidup atau lifestyle bagi masyarakat di Indonesia.
"Karena selama manusia berpakaian, apalagi menggunakan sepatu dan dulu kan sepatu dan pakaian itu merupakan kebutuhan tetapi sekarang sudah menjadi lifestyle," kata Airlangga saat Konferensi Pers di Gedung Ali Wardhana, dikutip Rabu (6/11/2024).
Karenanya Airlangga menyatakan, perusahaan tekstil dari Taiwan tengah mempertimbangkan untuk berinvestasi di tanah air, di luar China dan Vietnam. Sayangnya, Airlangga enggan membeberkan perusahaan yang dimaksud itu apa.
Namun, dia memastikan bahwa pabrik tekstil dari Taiwan itu akan berinvestasi ketika operasional pabrik berbasis green energy atau energi hijau yang berkelanjutan.
"Nah mereka lari salah satunya ke Indonesia, tetapi mereka punya permintaan karena the new customer apakah itu lifestyle atau green itu mereka butuh pabrik yang berbasis green energy," ujar Airlangga.
"Jadi mereka ingin sepatu yang dipakai listrik untuk memproduksinya itu dari renewable energy. Nah itu global demand sekarang seperti itu," sambungnya.
Laporan reporter Galuh Widya/Endrapta Pramudiaz/Nitis Hawaroh