60 Perusahaan Siap Investasi Peternakan Sapi, Wamentan Pede Angka Impor Susu RI Bisa Berkurang
60 perusahaan yang akan berinvestasi peternakan sapi di dalam negeri bisa membantu Indonesia memenuhi kebutuhan susu domestik
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Sanusi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono optimistis peran 60 perusahaan yang akan berinvestasi peternakan sapi di dalam negeri bisa membantu Indonesia memenuhi kebutuhan susu domestik yang selama ini masih bergantung pada impor.
Saat ini, pemerintah memang tengah menggaet perusahaan, baik dari dalam maupun luar negeri, untuk berinvestasi peternakan sapi.
Baca juga: Wamentan Sudaryono Ajak Pegawai Gelorakan Semangat Pahlawan Wujudkan Swasembada Pangan
Sudaryono mengungkapkan, sebanyak 60 perusahaan sudah menyatakan komitmen mereka, dengan rencana mendatangkan total 2 juta ekor sapi hidup.
"Hampir 60-an perusahaan. Ada dalam dan luar negeri," kata Sudaryono ketika ditemui di kantornya, Selasa (12/11/2024).
Kementerian Pertanian juga kini aktif mengidentifikasi lahan yang dapat digunakan untuk peternakan sapi.
Sudaryono menyebutkan, pemerintah telah mengantongi potensi lahan seluas 1,5 juta hektare yang tersebar di berbagai wilayah, antara lain di Jawa dan Sulawesi. Lahan-lahan ini akan dipilih sesuai dengan kebutuhan investor.
"Kita yang aktif dari Kementerian Pertanian untuk mengkomunikasikan dengan pemilik lahan. Apakah itu PTPN (PT Perkebunan Nusantara), apakah itu swasta yang punya Hak Guna Usaha, atau apakah itu misalnya lahan-lahan punyanya kampus, punya masyarakat, dan lain-lain. Kita kasih alternatif mereka mau milih yang mana," ujar Sudaryono.
Ia memastikan proyek ini sepenuhnya menggunakan dana investasi dari perusahaan, tanpa melibatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Lebih lanjut, Sudaryono optimis dengan hadirnya investasi ini, Indonesia bisa mengurangi ketergantungan pada impor susu yang saat ini mencapai 80 persen dari total kebutuhan.
"Kita ini sekarang produksi (susu dari total kebutuhan) 20 persen. 80 persennya impor. 80 persen impor itu artinya ada opportunity business. Di situ yang pemerintah dorong untuk produksi dalam negeri," ucap Sudaryono.
Baca juga: Soal Aksi Buang Susu di Boyolali, Andika Perkasa Singgung Hilirisasi sebagai Solusi
"Kita bisa mandiri. Minimal di atas 50 persen kebutuhan susu domestik kita bisa penuhi (dari kehadiran 60 perusahaan)," pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengatakan, perusahaan asal Vietnam, TH Group, serius berinvestasi di industri susu di Indonesia.
Semula, TH Group akan mengembangkan industri sapi perah di atas lahan seluas 10 ribu hektare di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, dengan didukung fasilitas pengolahan susu dan diproyeksikan mampu memproduksi susu 1,8 juta ton per tahun.
"(Perusahaan asal Vietnam) itu kelihatannya serius," kata Amran kepada wartawan di kantor Kementan, Jakarta Selatan, Senin (28/10/2024).
"Kelihatan mereka percaya karena sangat serius. Beliau (perusahaan Vietnam) justru mengejar kita," lanjutnya.
Amran menegaskan pentingnya memberikan kenyamanan bagi para investor agar mereka dapat berkontribusi dalam sektor pertanian.
Baca juga: Peternak Boyolali Buang 50.000 Liter Susu, Komisi IV DPR Minta Kementan Turun Tangan
Para investor, kata dia, jangan dipersulit ketika ingin menanamkan modal di Indonesia.
"Jangan kita persulit investor supaya mereka nyaman investasi di Indonesia. Kata kuncinya adalah beri kenyamanan investor. Khususnya sektor pertanian, kami yang kawal langsung," pungkas Amran.
Kementan ingin menggaet investor luar negeri untuk menanamkan modal di Indonesia agar bisa mengembangkan industri susu perah dalam negeri.
Dari situ, kapasitas produksi susu dalam negeri diharapkan bisa meningkat.
Dengan kehadiran perusahaan asal Vietnam ini, Kementan memproyeksikan produksi susu dari industri dalam negeri dapat mencapai 1,8 juta ton dalam tiga hingga lima tahun ke depan.
Produksi tersebut dapat memenuhi sekitar setengah dari kebutuhan nasional yang saat ini masih bergantung pada impor sebesar 3,7 juta ton per tahun.
Upaya ini diharapkan dapat membawa dampak positif berupa penciptaan lapangan kerja, penurunan angka pengangguran, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat perdesaan di sekitar lokasi investasi.