Akibat Rantai Distribusi yang Rumit, Pupuk Subisidi Baru Tersalurkan 50 Persen
Hingga Juni 2024, penyaluran pupuk subsidi baru sekitar 5 juta ton atau 50 persen dari total alokasi 9,5 juta ton
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Sanusi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hingga Juni 2024, penyaluran pupuk subsidi baru sekitar 5 juta ton atau 50 persen dari total alokasi 9,5 juta ton
Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan menilai rendahnya penyerapan itu disebabkan oleh prosedur distribusi yang panjang dan rumit.
Sebelumnya, distribusi pupuk harus melalui beberapa tahapan yang melibatkan sejumlah pihak, mulai dari pemerintah daerah (bupati dan gubernur) hingga beberapa kementerian terkait.
Baca juga: Pemerintah Pangkas Rantai Distribusi Pupuk Subsidi, dari Kementan ke PIHC Langsung ke Petani
Terdapat 41 Undang-undang, 23 peraturan pemerintah, serta 6 peraturan Presiden (Perpres) dan Instruksi Presiden (Inpres) yang mengatur tentang pupuk.
Untuk penyaluran ke petani pun dibutuhkan persetujuan dari pemerintah daerah. Dibutuhkan Surat Keputusan (SK) dari bupati dan gubernur yang dinilai menghambat kelancaran distribusi. Akibatnya, petani sering terlambat mendapatkan pupuk.
"Jatah pupuk tahun ini 9,5 juta, tapi baru bisa dikirim 5 juta. Kenapa? Karena harus ada SK dari Bupati, SK dari Gubernur. Ruwet, mengular sekali," kata Zulhas, sapaan akrab Zulkifli, dalam konferensi pers di kantor Kementan, Jakarta Selatan, Selasa (12/11/2024).
Walaupun alokasi sudah cukup besar, ia mengatakan prosedur yang berbelit-belit menyebabkan tidak terserapnya pupuk subisidi secara baik.
Baca juga: Menko Zulkifli Hasan Jengkel Rantai Distribusi Pupuk di RI Kelewat Panjang: Rumit, Ruwet
Proses yang rumit ini kemudian ditambah dengan momen Pilkada seperti sekarang ini, di mana SK dari bupati atau gubernur bisa tertunda akibat pergantian kepala daerah.
Oleh karena itu, pemerintah telah memutuskan untuk memangkas sejumlah tahapan dalam proses distribusi pupuk.
Sekarang SK akan diterbitkan Menteri Pertanian, kemudian pendistribusian akan langsung diserahkan ke Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC).
Lalu, PIHC akan menyalurkannya ke Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Dari situ, pupuk subsidi akan dibagikan ke petani.
"Ya kalau dulu kan nunggu. Ini kalau lagi Pilkada, Bupatinya mungkin belum ada. Tunggu SK Bupati, enggak bisa dikirim. Iya kan? Sekarang enggak lagi. Langsung Mentan putuskan, kasih Pupuk Indonesia, langsung ke Gapoktan," ujar Zulhas.
Ia optimis bahwa perubahan ini akan membuat distribusi pupuk subsidi menjadi lebih efisien.
“Pendek kata, pupuk mudah-mudahan nanti kita lihat tahun depan sudah enggak akan ada masalah lagi,” ucap Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu.
Perubahan ini akan mulai Januari 2025. Peraturan Presiden (Perpres) akan disiapkan dalam satu bulan ini, kemudian akan ditindaklanjuti peraturan turunan dari Kementerian Pertanian.
Sebagai informasi, alokasi pupuk subsidi pada tahun anggaran 2024 telah ditambah dari 4,7 juta ton menjadi 9,55 juta ton.
Sejak 2018, alokasi pupuk bersubsidi terus mengalami penurunan. Dari 2018 yang mencapai 9,55 juta ton, angkanya turun menjadi 8,87 juta ton pada 2019.
Lalu, pada 2020 sempat naik ke 8,90 juta ton, kemudian turun lagi menjadi 8,78 juta ton pada 2021. Penurunan drastis pun terjadi di tahun-tahun berikutnya.
Pada 2022, alokasi turun menjadi 7,78 juta ton, lalu turun lagi pada 2023 menjadi 6,13 juta ton, dan pada 2024 di awal sempat dialokasikan sebesar 4,7 juta ton sebelum akhirnya dikembalikan ke 9,55 juta ton.