Berpotensi Maladministrasi, Ombudsman Buka Peluang Panggil Kurator yang Tangani Sritex
Ombudsman Republik Indonesia (RI) membuka peluang untuk memanggil kurator yang menangani kasus kepailitan PT Sri Rejeki Isman Tbk
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Hendra Gunawan
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ombudsman Republik Indonesia (RI) membuka peluang untuk memanggil kurator yang menangani kasus kepailitan PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex (SRIL).
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika tengah menyoroti kemungkinan adanya potensi maladministrasi dalam pelaksanaan tugas kurator yang menangani proses pailit Sritex.
Jika terbukti ada maladministrasi dalam prosesnya, kurator tersebut akan dipanggil Ombudsman.
Baca juga: Kemnaker Akan Lobi Kurator Sritex Demi Selamatkan Buruh: Kecuali Mereka Berani Lawan Prabowo
"Kita lihat apakah ada konflik kepentingan atau tidak dan saat ini Ombudsman sedang mengkaji undang-undang kepailitan terutama tugas nya si kurator itu kayak gimana," kata Yeka ketika ditemui di Hotel Le Meridien Jakarta, Kamis (14/11/2024).
"Nah, kalau disitu nanti ternyata ada prosedur yang dalam tanda kutip ada potensi maladministrasi di sana, maka Ombudsman akan memanggil kurator itu secepatnya," lanjutnya.
Ombudsman RI sendiri memang mengendus adanya kejanggalan dalam proses kepailitan Sritex.
Yeka menjelaskan bahwa Sritex, salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia itu, memiliki utang sekitar Rp 20 triliun.
Salah satu pemasok asing asal India, yang berperan sebagai kreditur dengan utang sebesar Rp 100 miliar, berhasil mengajukan pailit terhadap perusahaan tersebut.
Yeka memandang proses mengajukan kepailitan berlangsung sangat cepat. Sidang dilakukan pada September, lalu sudah ada putusannya pada Oktober.
"Padahal kalau kita mempelajari contoh benchmarknya adalah Garuda saja, itu kalau enggak salah sidang kepailitannya itu tidak secepat itu," ujarnya.
Baca juga: Perbankan Buka Suara soal Dampak Utang Sritex ke Kinerja Keuangan
Lalu, menurut dia, ada indikasi bahwa upaya ini bisa saja merupakan bagian dari suatu pola yang disebut sindikasi "Burung Pemakan Bangkai".
Jadi, perusahaan yang sebenarnya masih bisa bertahan, dipailitkan untuk kemudian dimanfaatkan oleh kreditor. "Perusahaan sehat dibikin sakit," tutur Yeka.