Kenaikan PPN 12 Persen Akan Memperberat Beban Pelaku Usaha Sektor Pertambangan
Rencana Pemerintah untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen dikhawatirkan akan memberatkan para pengusaha
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Rencana Pemerintah untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen dikhawatirkan akan memberatkan para pengusaha, terutama di sektor pertambangan.
Anggota Komisi XII DPR RI Jalal Abdul Nasir menilai kenaikan PPN dapat memperberat beban biaya bagi para pelaku usaha di industri yang sudah tertekan oleh berbagai tantangan. Sektor pertambangan berpotensi mengalami kesulitan lebih lanjut jika kebijakan tersebut diterapkan.
Menurutnya, kenaikan PPN dapat berdampak langsung pada biaya operasional dan daya saing produk pertambangan Indonesia, baik di pasar domestik maupun internasional.
Baca juga: Pengusaha Tambang Juga Keberatan Kenaikan PPN 12 Persen: Hambat Ekspansi Usaha
"Sektor pertambangan memiliki tantangan berat, mulai dari fluktuasi harga komoditas, biaya eksplorasi yang tinggi, hingga regulasi yang sering berubah. Jika PPN dinaikkan menjadi 12 persen, pengusaha tambang akan semakin terbebani. Ini bisa memperburuk iklim investasi dan menghambat ekspansi usaha," ujarnya di Jakarta, Jumat (22/11/2024).
Namun, Jalal juga mengusulkan solusi untuk meningkatkan pendapatan negara tanpa memberatkan pengusaha tambang. Menurutnya, pemerintah bisa memperbaiki regulasi dan proses perizinan tambang agar lebih mudah diakses oleh masyarakat.
Dia mengusulkan dengan mempermudah izin usaha tambang, yang pada gilirannya dapat mengurangi praktik tambang ilegal atau Penambangan Tanpa Izin.
Sebab, jika perizinan tambang diperbaiki dan lebih transparan, banyak pelaku usaha tambang ilegal yang selama ini beroperasi di luar pengawasan akan terdorong untuk beralih ke usaha tambang yang sah.
"Dengan begitu, negara tidak hanya akan memperoleh pajak dari usaha tambang yang berizin, tetapi juga mengurangi kerugian yang ditimbulkan oleh tambang ilegal yang merusak lingkungan dan tidak terkontrol," tutur Jalal.
Pemerintah, lanjutnya, perlu melakukan pendekatan yang lebih komprehensif dalam mengelola sektor pertambangan, termasuk memperhatikan aspek keseimbangan antara kepentingan fiskal negara dan keberlanjutan sektor usaha.
Baca juga: Warganet Ramai-ramai Serukan Petisi Tolak PPN 12 Persen
Oleh karena itu, pengusaha tambang yang telah memiliki izin dan beroperasi sesuai aturan harus didorong untuk lebih produktif, sementara tambang-tambang ilegal harus diberantas melalui kebijakan yang lebih inklusif.
Sebelumnya, Pemerintah akan menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025 sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Ekonom dari Center of Economics and Law Studies, Nailul Huda, berujar penerapan PPN 12 persen berpotensi mengurangi pendapatan yang dapat dibelanjakan masyarakat. Hal ini dinilai kontradiktif dengan pertumbuhan ekonomi.