Manajemen Shell Buka-bukaan Soal Kabar Tutup Seluruh SPBU di Indonesia
Terdapat tantangan dalam bisnis retail SPBU di Indonesia, khususnya bagi para pemain di industri hilir migas, di luar PT Pertamina.
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews, Ismoyo
TRIBUNNEWS, JAKARTA - Shell Indonesia menegaskan pihaknya tak akan mengakhiri bisnisnya di sektor hilir yakni Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SBPU) di Tanah Air, dalam waktu dekat.
Diketahui, akhir-akhir ini beredar kabar Shell Indonesia akan mengakhiri bisnis SPBU.
Vice President Corporate Relations Shell Indonesia, Susi Hutapea menegaskan, isu yang menyeret nama Shell Indonesia tidak lah benar.
"Shell Indonesia menginformasikan bahwa informasi yang beredar terkait rencana Shell untuk menutup seluruh SPBU di Indonesia adalah tidak benar," ungkap Susi dalam pernyataannya, dikutip Senin (25/11/2024).
Baca juga: Shell Dikabarkan Mau Hengkang dari RI, Ini Kondisi Bisnis SPBU Menurut Pengusaha
"Kami tidak dapat berkomentar atas spekulasi yang terjadi di pasar," sambungnya.
Susi melanjutkan, saat ini Shell Indonesia tetap fokus untuk menjalankan kegiatan operasional seluruh SPBU yang di bawah kelolaannya.
"Shell Indonesia tetap berfokus pada kegiatan operasi SPBU untuk para pelanggan kami," pungkasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, berhembus kabar salah satu perusahaan sektor migas, Shell Indonesia, akan menutup layanan stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Tanah Air.
Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) menyebut, hal ini baru sebatas rumor. Untuk detailnya, hal ini perlu dikonfirmasi kepada pihak Shell Indonesia.
"Saya hanya dengar rumours, pastinya bisa tanya langsung ke Shell," ungkap Ketua Komite Investasi Aspermigas Moshe Rizal saat dihubungi Tribunnews, Minggu (24/11/2024).
Moshe mengungkapkan, terdapat tantangan dalam bisnis retail SPBU di Indonesia, khususnya bagi para pemain di industri hilir migas, di luar PT Pertamina (Persero).
Diketahui, Pertamina yang merupakan bagian dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memiliki penugasan untuk mendistribusikan BBM subsidi, yang harganya di bawah harga keekonomian.
Belum lagi, BBM non-subsidi yang kadar oktan 92, dijual dengan harga yang berada di bawah harga pasar pada umumnya. Layaknya di SPBU Shell, Vivo, atau BP.
"Tantangannya, karena monopoli dari Pertamina yang yang memang difasilitasi oleh pemerintah. Karena kan distribusi BBM ini, apalagi BBM subsidi ya, itu kan memang ranahnya Pertamina, dengan itu saja dia sudah bisa menguasai pasar mayoritas BBM di Indonesia," ucap Moshe.
Apabila melihat ke belakang, lanjut Moshe, pertimbangan perusahaan migas untuk berbisnis di sektor hilir seperti SPBU, awalnya ingin menjual produk BBM yang berkualitas daripada Pertamina.
Namun seiring berjalannya waktu, Pertamina terus meningkatkan kualitas produk BBM yang dijualnya. Sehingga kompetisi bisnis di Tanah Air berimbang.
Mulai dari kadar oktan RON 95 bahkan saat ini tengah mempersiapkan BBM yang lebih ramah lingkungan, yang dicampur dengan minyak nabati.
Jadi ya dulu mungkin pemain-pemain lain di luar melihat ada peluang. Kenapa? Karena ada nilai tambah yang mereka bisa tawarkan lah, dari sisi kualitas BBM-nya performance-nya dibandingkan produk Pertamina," ungkap Moshe.
"Sekarang, ya saya selalu bilang, Pertamina sekarang sudah semakin baik ke depannya. Mereka bisa tawarkan lebih," lanjutnya.