Pemerintah Ingin Petani dan Nelayan Pemasok Makan Bergizi Gratis Manfaatkan Artificial intelligence
Petani dan nelayan bisa mengalokasikan sumber daya mereka lebih efektif seperti memindahkan lahan produksi dari telur ke sayuran
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah ingin para petani, nelayan, dan pelaku UMKM yang akan memasok makanan program Makan Bergizi Gratis (MBG) memanfaatkan teknologi, termasuk kecerdasan buatan (Artificial intelligence/AI), agar mempermudah koneksi dengan dapur-dapur yang akan menyalurkan makanannya.
MBG sendiri telah ditargetkan akan menjangkau 82 juta penerima pada tahun 2028.
Penerimanya meliputi ibu hamil, ibu menyusui, balita, hingga anak-anak dari PAUD sampai SMA, baik di sekolah negeri maupun swasta, termasuk pesantren dan sekolah keagamaan lainnya.
Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taskin) Budiman Sudjatmiko mengatakan petani, peternak, dan pelaku UMKM bisa memanfaatkan teknologi digital untuk melaporkan kualitas produk mereka.
Baca juga: Pastikan Gizi Anak Terpenuhi, KSP Tinjau Uji Coba Makan Bergizi Gratis di SMP 1 Barunawati Jakarta
"Yuk pakai teknologi digital agar kamu bisa melaporkan kualitas berasmu, telurmu, dan sayur-sayurmu di platform digital yang sederhana atau mungkin bisa dengan AI juga nantinya," katanya ketika ditemui di Graha CIMB Niaga, Senayan, Jakarta Selatan, Kamis (28/11/2024).
"Nanti data-data dari kualitas telurmu, kualitas ayammu, kualitas padimu itu tersambung dengan dapur-dapur yang setiap pagi harus memberi 82 juta orang makan nanti di 2028," lanjutnya.
Menurut Budiman, AI bisa menjadi alat untuk mengoptimalkan produksi dengan memantau kebutuhan dapur di berbagai daerah dan memberi masukan terkait perubahan pola konsumsi.
Contohnya, AI dapat memberikan informasi soal kebutuhan dapur yang telah terhubung dengan sistem tersebut.
"Misalnya mereka (penerima makan bergizi gratis) sudah gemuk, nanti AI-nya akan melaporkan, 'Gemuk nih. Kalau gitu, kurangi produksi telurnya.' Karena kemungkinan desa-desa yang jadi pelangganmu akan mengurangi telur, tapi akan memperbanyak sayur, misalnya," ucap Budiman.
Dengan demikian, petani dan nelayan bisa mengalokasikan sumber daya mereka lebih efektif seperti memindahkan lahan produksi dari telur ke sayuran sesuai dengan kebutuhan dapur.
Budiman juga menekankan bahwa pemahaman tentang teknologi digital, terutama yang terkait dengan AI, Internet of Things (IoT), dan blockchain, harus diperkenalkan dengan cara yang mudah dipahami oleh petani dan nelayan.
"Bertahap saja. Pasti lama-lama juga akan menggunakan AI," tutur Budiman.
Ia mengatakan BP Taskin akan berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) untuk mendukung ini.
"Pemahaman bukan cuma AI. Ada IOT, ada blockchain. AI itu diterangkan dengan satu bahasa yang tidak terlalu teknis, tapi ditonjolkan," jelas Budiman.
"Ini loh, kalau kamu kuasai ini, perubahan kebutuhan dapur-dapur itu kamu bisa tahu. Kamu bisa kemudian cepat memutuskan menanam apa, beternak apa," pungkasnya.