Prabowo Tetapkan Upah Naik 6,5 Persen, KSPI: Sejalan Amanat MK, Apindo dan Kadin Aneh Marah-marah
Presiden Prabowo Subianto disebut sudah menegakkan aturan hukum nasional dan standar internasional melalui keputusan ini.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menegaskan bahwa kenaikan upah minimum sebesar 6,5 persen sudah tepat.
Menurut Said, kenaikan sudah sejalan dengan amanat Mahkamah Konstitusi (MK) serta Konvensi ILO Nomor 131 tentang penetapan upah minimum.
Konvensi ILO Nomor 131 mengatur mekanisme penetapan upah minimum berdasarkan dua parameter utama, yaitu standar living cost suatu negara, di indonesia disebut KHL atau angka makro ekonomi nasional yaitu inflasi, pertumbuhan ekonomi, kebutuhan hidup layak (KHL), yang di Indonesia dikenal sebagai kebutuhan hidup layak.
Presiden Prabowo Subianto, kata Said, sudah menegakkan aturan hukum nasional dan standar internasional melalui keputusan ini.
Baca juga: Pengusaha Ngaku Diabaikan Pemerintah Soal Kenaikan Upah 6,5 Persen, Ini Kata Menaker Yassierli
"Namun, anehnya, Apindo dan Kadin justru menunjukkan sikap yang bertentangan dengan hukum dengan memprotes kenaikan yang sebenarnya adil dan wajar," ujar Said di Jakarta, Selasa (3/12/2024).
Dia juga mempertanyakan sikap kontradiktif Apindo dan Kadin. "Kenapa sekarang mereka jadi 'sewot dan marah-marah' serta melawan Undang-Undang dan hukum internasional?" sambungnya.
Menurut Said Iqbal, kenaikan 6,5 persen adalah angka moderat yang dapat diterima oleh buruh. Kenaikan upah minimum ini bukan hanya soal angka, tetapi juga menyangkut keadilan dan kesejahteraan pekerja.
Lebih lanjut, Said Iqbal menyoroti bahwa polemik ini tidak akan terjadi jika semua pihak konsisten mematuhi aturan.
Perubahan peraturan yang sering terjadi, mulai dari KHL, PP 78/2015, PP 36/2021, hingga PP 51/2023, bukanlah kemauan buruh, melainkan desakan kalangan pengusaha kepada Menko Perekonomian dan Menaker sejak era PP 78/2015 hingga Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) merasa diabaikan pemerintah soal keputusan menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,5 persen pada 2025.
Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani menegaskan selama ini pelaku usaha sangat terbuka untuk diajak berdiskusi mengenai besaran kenaikan UMP.
"Kami menyayangkan bahwa masukan dunia usaha tidak didengarkan dalam penetapan kebijakan ini. Apindo selama ini telah berpartisipasi secara aktif dan intensif dalam diskusi terkait penetapan kebijakan upah minimum," ujar Shinta, Sabtu (30/11/2024).
Menurut Shinta, pihaknya telah memberikan masukan kenaikan tarif yang tepat untuk UMP 2025 secara komprehensif dengan mempertimbangkan fakta ekonomi, daya saing usaha, serta produktivitas tenaga kerja.
"Namun, masukan dari dunia usaha sebagai aktor utama yang menjalankan kegiatan ekonomi nampaknya belum menjadi bahan pertimbangan utama dalam pengambilan keputusan," kata dia.
Apindo sebelumnya mendorong pemerintah tetap menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan sebagai dasar perumusan UMP 2025, karena formulasi dalam beleid tersebut dinilai paling adil bagi pekerja dan pengusaha.
Mereka menilai kenaikan UMP 6,5 persen ini terlalu tinggi sehingga akan berdampak langsung pada biaya tenaga kerja dan struktur biaya operasional perusahaan, khususnya di sektor padat karya.
Menurut dia, kenaikan UMP 6,5 persen dinilai berisiko meningkatkan biaya produksi dan mengurangi daya saing produk Indonesia, baik di pasar domestik maupun internasional.
"Hal ini dikhawatirkan akan dapat memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) serta menghambat pertumbuhan lapangan kerja baru," jelasnya.