Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Sentimen Menjelang Akhir Tahun, IHSG Terus Tertekan

Setelah sempat mendaki setinggi 3,77% pada pekan pertama Desember, IHSG berbalik melemah 0,79%

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Sentimen Menjelang Akhir Tahun, IHSG Terus Tertekan
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Pekerja melintas di dekat layar digital yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta 

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Sentimen window dressing belum bisa mengangkat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menjelang tutup tahun 2024. Arus dana dari investor asing pun belum stabil mengalir ke pasar saham Indonesia.

Setelah sempat mendaki setinggi 3,77 persen pada pekan pertama Desember, IHSG berbalik melemah 0,79% sepanjang pekan lalu. Hasil ini membawa IHSG ke posisi 7.324,78 sampai dengan Jumat (13/12).

Investor asing pun berbalik posisi secara mingguan. Dari sebelumnya beli bersih (net buy) Rp 1,07 triliun menjadi jual bersih (net sell) senilai Rp 2,70 triliun di seluruh pasar pada pekan lalu.

Financial Expert Ajaib Sekuritas Ratih Mustikoningsih mengamati IHSG tertekan oleh arus dana keluar (capital outflow) pada saham berkapitalisasi pasar besar (big caps), khususnya di sektor perbankan. Sentimen lain yang menekan pasar adalah nilai tukar rupiah yang kembali terdepresiasi.

Kurs Jisdor merosot ke Rp 15.987 per dolar Amerika Serikat (AS) hingga Jumat (13/12), sedangkan di pasar spot sudah menyentuh level Rp 16.000 per dolar AS. Dalam situasi ini, sorotan pelaku pasar selama sepekan ke depan akan tertuju pada Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) dan Federal Open Market Committee (FOMC) The Fed.

RDG BI dan FOMC The Fed akan digelar pada tanggal yang sama, 17 Desember - 18 Desember 2024. Kedua agenda tersebut akan menentukan arah suku bunga acuan, yang menjadi sentimen penting bagi pasar saham di penghujung tahun ini. 

Baca juga: Data Perdagangan Saham Merah Semua, IHSG Longsor 0,71 Persen Sepekan

Berita Rekomendasi

Ratih memprediksi, The Fed pangkas suku bunga sebesar 25 basis points (bps) menjadi 4,25% - 4,5% pada FOMC tersebut. Sedangkan BI lebih berpeluang menahan suku bunga (BI-Rate) pada level 6%.

"Proyeksi BI-Rate tetap pada pertemuan Desember 2024, bertujuan untuk menopang rupiah yang kembali menyentuh level Rp 16.000 per dolar AS," terang Ratih kepada Kontan.co.id, Minggu (15/12).

Equity Analyst Indo Premier Sekuritas Dimas Krisna Ramadhani mengamini, berdasarkan FedWatch Market Tool, probabilitas The Fed memangkas suku bunga pada FOMC kali ini mencapai 96%. Konsensus pasar juga sudah mengantisipasi penurunan suku bunga The Fed sebesar 25 bps.

Dimas turut melihat BI lebih berpeluang menahan suku bunga, di tengah pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang mencapai sekitar 2% sejak 1 November 2024. Hal ini akan memperbesar selisih (spread) antara Fed Rate dan BI-Rate.

"Harapannya meningkatkan uang masuk ke Indonesia karena return yang lebih besar dan menguatkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS," jelas Dimas.

Vice President Marketing, Strategy and Planning Kiwoom Sekuritas Indonesia, Oktavianus Audi mengamati pelaku pasar sudah mulai mem-priced in dengan sentimen pemangkasan suku bunga The Fed sebesar 25 bps. Tapi di sisi lain, investor juga mencermati arah kebijakan The Fed ke depan pasca terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS.

"Kekhawatiran intervensi serta kebijakan tarif menjadikan ketidakpastian kembali meningkat, bahkan juga ada potensi slower pace untuk pemangkasan suku bunga di tahun depan," ungkap Audi.

Berdasarkan FedWatch, The Fed berpeluang memangkas suku bunga hanya sebesar 50 bps pada tahun 2025. Audi menyoroti, hal ini bisa membawa volatilitas arus dana dari investor asing menjadi lebih kencang.

"Kekhawatiran inflasi yang dapat meningkat kembali dan easing policy yang lebih lambat dari ekspektasi pasar cenderung membuat ketidakpastian di pasar saham," imbuh Audi.

Sementara itu, Audi melihat pelaku pasar masih menunggu sikap dari BI. Audi memandang peluang BI memangkas suku bunga acuan sebesar 25 bps masih terbuka. Jika sejalan, ekspektasi tersebut bisa menjadi sentimen positif untuk pasar.

Ratih menimpali, iklim suku bunga tinggi berpotensi memberikan katalis negatif bagi sejumlah sektor. Seperti perbankan, teknologi, konstruksi, otomotif dan properti. Akibat suku bunga tinggi, daya beli berpotensi turun, debt ratio (debt to equity dan debt to asset) emiten berpotensi meningkat, serta kualitas kredit menurun.

Menimbang dari sentimen arah suku bunga bank sentral, Ratih masih wait and see terhadap laju IHSG dalam sepekan ke depan. Dia memperkirakan IHSG akan bergerak pada level support 7.200 dan resistance 7.440 untuk perdagangan 16 - 20 Desember 2024.

Ratih memprediksi IHSG akan cenderung bergerak sideways dalam rentang 7.300 - 7.500 di sisa tahun ini. Sedangkan Audi menaksir IHSG melaju pada level 7.194 - 7.550 dalam sepekan ke depan, dan berada dalam rentang 7.080 - 7.620 sampai tutup tahun 2024.

Saran Audi, investor bisa mengantisipasi terjadi technical rebound jika IHSG bertahan di atas level psikologis 7.300.

"Sehingga dapat kembali mempertimbangkan saham big caps. Tetapi jika sebaliknya, maka investor dapat lebih untuk hold dengan asumsi penurunan IHSG sudah mulai terbatas," kata Audi.

Praktisi Pasar Modal & Founder WH-Project William Hartanto memperkirakan IHSG akan bergerak di area 7.245 - 7.400 untuk sepekan ke depan. Lalu IHSG berada di rentang 7.245 - 7.700 di sisa tahun ini. 

William menyarankan wait and see untuk saham bank dan properti yang sensitif terhadap arah suku bunga. Sementara Dimas melirik saham-saham perbankan. Di samping sensitif terhadap keputusan suku bunga, pelaku pasar juga layak memantau pergerakan saham bank untuk mencari peluang di momentum window dressing.

Sebagai pilihan investasi atau trading sepekan ke depan, Audi menyematkan rekomendasi buy untuk saham PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) dengan target harga masing-masing Rp 3.050 dan Rp 7.000. 

Pilihan lainnya adalah trading buy PT Indosat Tbk (ISAT) dan PT Astra International Tbk (ASII) dengan target Rp 2.840 dan Rp 5.600. Sementara rekomendasi dari Ratih adalah buy on weakness PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) pada level Rp 4.100 - Rp 4.150 dengan target di Rp 4.550.

Ratih kemudian menyarankan buy PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC), PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG) dan PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI). Target harga masing-masing berada di resistance Rp 1.180, Rp 2.500 dan Rp 1.550. Sedangkan secara teknikal, William menjagokan ISAT, PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) dan PT Sinar Eka Selaras Tbk (ERAL). (Kontan/Ridwan Nanda Mulyana/Anna Suci Perwitasari)

Sumber: Kontan

Sumber: Kontan
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas