Kenaikan PPN 12 Persen Berpotensi Berdampak Negatif ke Sektor Pertanian
Kedua, imbuh Johan, mengurangi daya saing produk pokal. Produk lokal bisa kalah bersaing
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Anggota Komisi IV DPR RI Johan Rosihan menyampaikan keprihatinan terhadap rencana pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025, termasuk pemberlakuannya pada produk pertanian tertentu.
Kebijakan ini dinilai berpotensi memberikan dampak negatif yang signifikan terhadap sektor pertanian, swasembada pangan, dan kesejahteraan masyarakat, terutama petani kecil. Johan menyatakan bahwa kenaikan PPN dapat membebani petani melalui peningkatan biaya produksi, seperti pupuk, benih, dan alat pertanian.
Baca juga: PPN 12 Persen, Pengusaha Khawatir Orang yang Menginap di Hotel Makin Sedikit
"Selain itu, kebijakan ini juga berisiko, yang pertama meningkatkan harga produk pangan. Harga jual produk pertanian berpotensi naik, sehingga menurunkan daya beli masyarakat," ujar Johan di Jakarta, Jumat (20/12/2024).
Kedua, imbuh Johan, mengurangi daya saing produk pokal. Produk lokal bisa kalah bersaing dengan produk impor yang lebih murah, bertentangan dengan upaya melindungi petani dalam negeri.
"Ketiga yaitu menghambat swasembada pangan. Ketergantungan pada impor bisa meningkat jika petani kehilangan insentif untuk meningkatkan produktivitas," ucap Johan.
Keempat, lanjut Johan, mengancam ketahanan pangan. Harga pangan yang lebih tinggi dapat memengaruhi akses masyarakat terhadap kebutuhan pokok yang terjangkau. Dia meminta pemerintah untuk mengkaji ulang kebijakan ini dan mempertimbangkan penundaan implementasinya.
Langkah ini, imbuhnya, diperlukan agar tidak menghambat sektor pertanian yang menjadi salah satu pilar penting dalam perekonomian nasional, terutama di tengah upaya pemulihan ekonomi pasca-pandemi.
"Kenaikan PPN pada produk pertanian harus dikaji lebih dalam karena dampaknya tidak hanya dirasakan oleh petani, tetapi juga oleh masyarakat luas. Ketahanan pangan adalah prioritas, dan kami tidak ingin kebijakan ini justru menjadi penghambat bagi pencapaian swasembada pangan," terang Johan.
Baca juga: APINDO: PPN 12 Persen Picu Lonjakan Inflasi di 2025
Johan juga mengusulkan sejumlah langkah mitigasi untuk meminimalkan dampak kebijakan ini, antara lain, Pertama sebut Johan, Pengecualian Barang Strategis. Memperluas daftar produk pertanian strategis yang dikecualikan dari PPN, seperti sayur, buah, dan produk pangan pokok lainnya.
"Kedua, peningkatan subsidi. Menambah subsidi untuk pupuk, benih, dan input produksi lainnya guna mengimbangi kenaikan biaya yang mungkin timbul," ujarnya.
Johan menambahkan, yang ketiga Insentif untuk Petani Kecil. Memberikan insentif pajak atau dukungan finansial untuk petani kecil agar tetap termotivasi meningkatkan produktivitas.
"Keempat dialog dengan Stakeholder. Melibatkan petani, asosiasi, akademisi, dan pelaku usaha dalam merumuskan kebijakan yang adil dan tidak membebani sektor pertanian," tegasnya.
Dia mendorong pemerintah agar mengambil langkah yang bijak dan mendukung visi bersama untuk mewujudkan kemandirian pangan dan kesejahteraan petani.
"Kami siap berdialog dengan pemerintah untuk mencari solusi terbaik. Jangan sampai kebijakan ini justru melemahkan sektor pertanian yang menjadi tulang punggung ketahanan pangan nasional," tutur Johan.