Menaker Yassierli Soal PPN 12 Persen: Kenaikan Bersifat Selektif, yang Mampu akan Bayar Lebih
Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 bersifat selektif.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Hendra Gunawan
Dengan langkah-langkah ini, Yassierli meyebut pemerintah berupaya menjaga keseimbangan antara pengumpulan penerimaan negara dan pelindungan sosial.
Sehingga, dampak kebijakan ekonomi dapat dirasakan secara adil oleh seluruh lapisan masyarakat.
“Jadi kami ingin memastikan bahwa pemerintah tidak hanya fokus pada penerimaan negara melalui pajak, tetapi juga memastikan setiap kebijakan yang diambil tetap berpihak kepada pekerja dan buruh,” pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, kenaikan PPN menjadi 12 persen ini merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Pemerintah menyatakan bahwa tarif PPN 12 persen tidak berlaku untuk barang-barang yang dibutuhkan oleh masyarakat atau bahan kebutuhan pokok penting.
Di antaranya seperti beras, daging, ikan, telur, sayur, susu, gula konsumsi, jasa pendidikan, kesehatan, angkutan umum, tenaga kerja, jasa keuangan, jasa asuransi, vaksin polio, hingga pemakaian air.
"Barang-barang yang dibutuhkan oleh masyarakat ini PPN-nya diberikan fasilitas atau 0 persen. Seluruhnya bebas PPN. Jadi, nanti ada yang kita berikan fasilitas, yaitu untuk barang-barang tertentu," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Senin (16/12/2024).
Selain itu, ia menyebut ada tiga komoditas penting yang tarifnya tetap 11 persen di tahun depan, yakni Minyakita, gula, dan tepung terigu.
Airlangga bilang, tiga komoditas itu nantinya akan ditanggung pemerintah melalui kebijakan insentif pajak ditanggung pemerintah (DTP). Hal ini dilakukan untuk menjaga daya beli masyarakat.
"Dengan penerapan PPN 12 persen tersebut, pemerintah memberikan stimulus ataupun paket kebijakan ekonomi bagi rumah tangga berpendapatan rendah, itu PPN ditanggung pemerintah 1 persen," ujar Airlangga.