Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Waketum MUI: Pemerintah Sebaiknya Menunda Kenaikan PPN 12 Persen

Anwar Abbas meminta pemerintah menunda kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen.

Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Waketum MUI: Pemerintah Sebaiknya Menunda Kenaikan PPN 12 Persen
Tribunnews/Rahmat Fajar Nugraha
Wakil Ketua MUI Anwar Abbas. 

 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum (Waketum) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas meminta pemerintah menunda kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen.

Anwar melihat kenaikan PPN akan berdampak negatif ke kondisi ekonomi masyarakat. Sebab, PPN naik di momentum yang tidak tepat. Karena itu, sebaiknya Presiden Prabowo Subianto menunda kenaikan PPN.

"Sebaiknya pemerintah menunda pelaksanaan kenaikan PPN 12 persen tersebut sampai keadaan dunia usaha dan ekonomi masyarakat mendukung untuk itu," ujar Anwar dalam keterangannya, Kamis (26/12/2024).

Baca juga: Ekonomi Lagi Lesu, Presiden Prabowo Dinilai Bisa Batalkan Kenaikan PPN 12 Persen di 2025

Anwar mengatakan, jika dilihat dari perspektif  hukum, kenaikan PPN 12 persen jelas memiliki dasar karena hal demikian sudah tercantum dalam Undang Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

"Tetapi pertanyaannya, apakah dari perspektif hukum tuntutan dari UU tersebut sesuai dengan amanat konstitusi atau tidak? Kedua, apakah dari perspektif sosial ekonomi ketentuan tersebut sudah tepat atau belum untuk dilaksanakan saat ini? Disinilah letak masalah dan kontroversinya," tambah Anwar.

Berita Rekomendasi

Anwar melihat, pemerintah tampak bersikeras untuk memberlakukan ketentuan tersebut pada tanggal 1 Januari 2025. Alasannya, pertama, karena hal demikian sudah merupakan tuntutan dari UU HPP. Kalau tidak dilaksanakan maka pemerintah tentu akan dicap telah melanggar UU.

Kedua karena pemerintah saat ini memang sedang memerlukan dana yang besar bagi membiayai semua pengeluaran pemerintah termasuk pengeluaran untuk pembangunan. Untuk itu sebagai bentuk keseriusan pemerintah dalam melaksanaan kenaikan PPN 12 persen tersebut, pemerintah juga sudah menyiapkan berbagai langkah seperti mengecualikan kenaikan PPN untuk barang-barang kebutuhan pokok, obat-obatan dan layanan pendidikan.

"Tetapi disisi lain masyarakat dan dunia usaha tampak resah dan sangat keberatan dengan pemberlakuan UU tersebut karena dengan adanya kenaikan PPN sebesar 12 persen hal demikian jelas akan mendorong terjadinya kenaikan harga barang dan jasa," tutur Anwar.

Bila hal demikian yang terjadi, kata Anwar, maka daya beli masyarakat akan menurun. Jika daya beli masyarakat menurun maka tingkat keuntungan pengusaha dan kesejahteraan serta  kemakmuran masyarakat tentu juga akan menurun.

"Hal demikian jelas tidak sesuai dengat amanat konstitusi karena konstitusi mengharapkan semua tindakan dan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah harus diarahkan bagi terciptanya sebesar-besar kemakmuran rakyat," kata Anwar.

Di sisi lain, para ahli dan masyarakat menilai menaikkan PPN menjadi 12 persen di saat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah belum begitu kuat dan disaat kehidupan dunia usaha sedang lesu karena daya beli masyarakat sedang menurun jelas tidak tepat

"Oleh karena itu jika pemerintah tetap memaksakan pemberlakuan UU tersebut pada tanggal 1 Januari besok maka hal demikian jelas menjadi tanda tanya," tutur Anwar.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas