Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Virus Corona dan Sejarah Berulang, Apa yang Terjadi Setelah Wabah Berakhir?

Tetapi sejarah yang kali ini berulang tidak seperti yang dikatakan Marx, pertama sebagai tragedi, kedua sebagai lelucon.

Editor: Daryono
zoom-in Virus Corona dan Sejarah Berulang, Apa yang Terjadi Setelah Wabah Berakhir?
Grafis Tribunnews.com/Ananda Bayu S
Virus Corona 

Oleh Trias Kuncahyono, wartawan senior dan penulis

Bukan hanya Karl Marx yang mengatakan bahwa sejarah selalu berulang. Grup band rock, Santana—dengan Carlos Santana, musisi AS kelahiran Meksiko—pun meneriakkan hal yang sama.

Marx mengatakan,  “Histoire se répète toujours deux fois: la première fois comme tragédie, la deuxième fois comme farce; sejarah selalu mengulang dirinya sendiri: pertama sebagai tragedi, kedua sebagai lelucon.” Sementara Santana bertanya,  Who says history doesn’t repeat itself? Siapa bilang sejarah tidak mengulang dirinya sendiri? Pertanyaan Santana mengawali lagunya Oye 2014.

Tetapi, sejarah yang kali ini berulang tidak seperti yang dikatakan Marx, “pertama sebagai tragedi, kedua sebagai lelucon.” Kali ini, sejarah berulang, tetap sebagai tragedi. Tragedi yang merenggut nyawa banyak orang di mana-mana, di banyak negara.

Lebih dari 600 tahun silam, dunia disapu wabah penyakit karena bakteri  Yersinia pestis  yang kemudian memunculkan istilah Black Death, atau Great Pestilence atau Great Plague, atau Great Mortality. Disebut Great Mortality, misalnya, karena demikian banyaknya nyawa yang melayang akibat wabah penyakit itu. Black Death diperkirakan membunuh 30 persen hingga 60 persen penduduk Eropa, sekitar 50 juta jiwa, pada waktu itu, abad ke-14; mengurangi penduduk dunia dari sekitar 450 juta menjadi antara 350 juta hingga 375 juta jiwa.

Baca: Kisah Balita di Yogya Sembuh dari Virus Corona: Bunda Ceritakan Pengalaman Selama di Ruang Isolasi

Yang menarik, dari mana penyakit itu berasal. Ole Beneditow dalam History Today (Vol. 55, 3 Maret 2005) menulis, dulu diduga bahwa Black Death berasal di China, tetapi penelitian baru menunjukkan bahwa wabah penyakit itu mulai merebak pada musim semi 1346 di wilayah stepa, yang terbentang dari  pantai barat laut Laut Kaspia ke Rusia selatan. Pada waktu itu, daerah tersebut dikuasi orang-orang Mongol.

Akan tetapi, Nicholas Wade ( The New York Times, 31 Oktober 2010) berdasarkan kesimpulan para ahli genetika dari Universitas College Cork, Irlandia yang dipimpin Mark Achtman, menulis wabah penyakit itu berasal dari China dan Asia Tengah yang waktu itu dikuasai orang-orang Mongol.

Berita Rekomendasi

Baik dalam tulisan Ole Beneditov maupun Nicholas Wade, sama disebutkan bahwa wabah sampai ke daratan Eropa lewat Jalur Sutera (Silk Road) “dibawa” orang-orang Mongol ketika mereka menyerang kota pelabuhan  Kaffa (sekarang Feodosiya) di Krimea. Mereka mengepung kota pelabuhan dagang itu. 

Pada musim gugur 1346 para pengepung terjangkit wabah Black Death dan dari mereka menembus kota. Penduduk kota, antara lain, para pedagang dari Genoa, Italia melarikan diri naik kapal kembali ke Sisilia dan Eropa Selatan. Tanpa mereka ketahui, Black Death terbawa serta, masuk ke daratan Eropa. Dan, masuk ke Afrika Timur “menumpang” armada kapal China—300 kapal—pimpinan Admiral Zheng dalam melakukan pelayaran dagang dari China ke Afrika, 1409.

Dari Kaffa, para pedagang Genoa membawa epidemi ke pelabuhan-pelabuhan di Mediterania (Laut Tengah) dan menyebar ke Sisilia (1347), daratan Italia, Spanyol, dan Perancis (1348); lalu Austria, Hongaria, Swiss, Jerman, dan sejumlah negara lain.

Black Death adalah gelombang kedua dari tiga gelombang, pada masa lalu, yang menyerang Eropa. Yang pertama terjadi pada abad ke-6 di zaman Justinianus I (Flavius Justinianus),  menjadi Kaisar Byzantium (527-565). Ketika itu (542), ibu kota Kekaisaran Romawi Timur, Konstanstinopel, menjadi korban lewat kapal dari Mesir.

Baca: Positif Corona, Detri Warmanto Bintang Sinetron Cinta Fitri Ini Isolasi Diri

Sejarawan Byzantium asal Procopius dari Caesarea (500-565) menulis wabah yang berasal dari China itu masuk ke Pelusium, muara Sungai Nil di Afrika Utara.  Menurut Wendy Orent, penulis Plague, penyakit menyebar ke dua jurusan: utara yakni ke Aleksandria dan timur ke Palestina. Penyebar penyakit ini adalah tikus hitam (Rattus rattus) yang “menumpang” kapal dagang pengangkut gabah (John Horgan, Ancient History Encyclopedia, 2014).

Gelombang ketiga—wabah penyakit yang menyerang daratan Eropa—berasal dari Propinsi Yunan China (1894). Dari Yunan, masuk Hongkong kemudian menyebar ke seluruh dunia “membonceng” kapal-kapal dagang: menyerang Hawaii (1899), San Franciscko (1900).

Kini, setelah lebih dari enam abad, muncul wabah penyakit yang berasal dari Wuhan, China: Corana virus (Covid-19).  Sejarah telah berulang. Dan, Italia, seperti sebelumnya, menjadi negara terberat kedua setelah China.

Halaman
12
Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas