2 Fatwa Baru yang Diminta Wapres, Salat Tanpa Wudu untuk Petugas Medis dan Memandikan Jenazah
Meninjau kesiapan kesiapan penanggulangan COVID-19 di Kantor BNPB, Wakil Presiden, Ma'ruf Amin sempat meminta adanya fatwa baru.
Penulis: Endra Kurniawan
Editor: Ayu Miftakhul Husna
TRIBUNNEWS.COM - Dalam kesempatannya meninjau kesiapan penanggulangan COVID-19 di Kantor BNPB, Wakil Presiden, Ma'ruf Amin sempat meminta adanya fatwa baru.
Fatwa tersebut berkaitan dengan upaya percepatan penanggulangan COVID-19.
Pertama adalah kemudahan dalam pengurusan jenazah pasien positif.
Ma'ruf berharap fatwa tersebut mempermudah petugas dalam proses penguburan.
"Jika ke depan terjadi kesulitan mengurusi jenazah penderita corona ini dan karena kurangnya misalnya petugas medis dan situasi tidak memungkinkan"
"Adanya fatwa tidak perlu dimandikan, sehingga tidak terjadi kesulitan," tuturnya dikutip dari channel YouTube BNPB, Senini (23/3/2020).
Baca: Hasil Rapid Test Negatif, Jubir COVID-19: Itu Tidak Memberikan Jaminan
Fatwa kedua yang diminta Ma'ruf perihal kemudahan tenaga medis untuk memudahkan mereka melaksanakan salat tanpa berwudu dan tayamum.
Hal ini mengingat keadaan petugas medis yang harus memakai pakaian pelindung diri selama berjam-jam lamanya.
"Saya mohon ada fatwa misalnya adanya kebolehan tanpa wudu tanpa tayamun bagi petugas medis"
"ini menjadi penting. Harus ada fatwanya dalam bahasa orang tidak punya wudu tidak punya tayamun dia bisa salat," katanya.
Belum lama ini Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan 9 fatwa tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Terjadi Wabah Covid-19 Nomor 14 Tahun 2020.
Fatwa-fatwa tersebut berisi tentang tata cara pelaksanan salat berjalamah 5 waktu dan salat Jumat.
Baca: BRI Bantu Sarana Penunjang Untuk RS Corona Wisma Atlet Kemayoran
Berikut 9 fatwa MUI tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Terjadi Wabah Covid-19 Nomor 14 Tahun 2020:
1. Setiap orang wajib melakukan ikhtiar menjaga kesehatan dan menjauhi setiap hal yang dapat menyebabkan terpapar penyakit, karena hal itu merupakan bagian dari menjaga tujuan pokok beragama (al-Dharuriyat al-Khams)
2. Orang yang telah terpapar virus Corona, wajib menjaga dan mengisolasi diri agar tidak terjadi penularan kepada orang lain.
Baginya alat Jumat dapat diganti dengan salat zuhur, karena salat Jumat merupakan ibadah wajib yang melibatkan banyak orang sehingga berpeluang terjadinya penularan virus secara massal.
Baginya haram melakukan aktivitas ibadah sunnah yang membuka peluang terjadinya penularan, seperti jamaah salat lima waktu/rawatib, salat Tarawih dan led di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan tabligh akbar.
3. Orang yang sehat dan yang belum diketahui atau diyakini tidak tertular COVID-19, maka ada dua kondisi yang perlu diperhatikan:
a. Dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularannya tinggi atau sangat tinggi berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang maka ia boleh meninggalkan salat Jumat dan menggantikannya dengan salat zuhur di tempat kediaman, serta meninggalkan jamaah salat lima waktu/rawatib, Tarawih, dan led di masjid atau tempat umum lainnya.
b. Dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penyebaran rendah berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang maka ia tetap wajib menjalankan kewajiban ibadah sebagaimana biasa dan wajib menjaga diri agar tidak terpapar COVID-19, seperti tidak kontak fisik langsung (bersalaman, berpelukan, cium tangan), membawa sajadah sendiri, dan sering membasuh tangan dengan sabun.
Baca: Pasien Corona Dijadwalkan Tiba Sore Ini di Wisma Atlet Kemayoran, Begini Prosedur yang Akan Dilalui
4. Dalam kondisi penyebaran COVID-19 tidak terkendali di suatu kawasan yang mengancam jiwa, umat Islam tidak boleh menyelenggarakan salat Jumat di kawasan tersebut, sampai keadaan menjadi normal kembali dan wajib menggantikannya dengan salat zuhur di tempat masing-masing.
Demikian juga tidak boleh menyelenggarakan aktivitas ibadah yang melibatkan orang banyak dan diyakini dapat menjadi media penyebaran COVID-19, seperti jamaah salat lima waktu/rawatib, salat Tarawih dan led di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan majelis taklim.
5. Dalam kondisi penyebaran COVID-19 terkendali, umat Islam wajib menyelenggarakan salat Jumat dan boleh menyelenggarakan aktivitas ibadah yang melibatkan orang banyak, seperti jamaah salat lima waktu/rawatib, satlat Tarawih dan led di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum den majelis taklim dengan tetap menjaga diri agar tidak terpapar COVID-19.
6. Pemerintah menjadikan fatwa ini sebagal pedoman dalam menetapkan kebijakan penanggulangan COVID-19 terkait dengan masalah keagamaan dan umat Islam wajib menaatinya.
7. Pengurusan jenazah (tajhiz al-janaiz) yang terpapar COVID-19, terutama dalam memandikan dan mengafani harus ditakukan sesuai protokol medis dan ditakukan oleh pihak yang berwenang, dengan tetap memerhatikan ketentuan syariat.
Sedangkan, untuk mensalatkan dan menguburkannya dilakukan sebagaimana biasa dengan tetap menjaga agar tidak terpapar COVID-19.
8. Tindakan yang menimbulkan kepanikan dan/atau menyebabkan kerugian publik, seperti memborong dan/atau menimbun bahan kebutuhan pokok serta masker dan menyebarkan informasi hoax terkait COVID-19 hukumnya haram.
9. Umat Islam agar semakin mendekatkan dirt kepada Allah SWT dengan memperbanyak ibadah, taubat, istighfar, dzikir, membaca Qunut Nazilah di setiap shalat fardhu, memperbanyak shatawat, sedekah, serta senantiasa berdoa kepada Allah SWT agar diberikan perlindungan dan keselamatan dart musibah dan marabahaya ( daf'u al-bala'), khususnya dart wabah COVID-19.
Baca: Cara Buat Hand Sanitizer Sendiri yang Mudah dan Praktis, Beserta Tips dan Kegunaannya
MUI juga memberikan sejumlah rekomendasi, seperti:
1. Pemerintah wajib melakukan pembatasan super ketat terhadap keluar-masuknya orang dan barang ke dan dari Indonesia kecuati petugas medis dan barang kebutuhan pokok serta kepertuan emergency.
2. Umat Islam wajib mendukung dan menaati kebijakan pemerintah yang melakukan isolasi dan pengobatan terhadap orang yang terpapar COVID-19, agar penyebaran virus tersebut dapat dicegah.
3. Masyarakat hendaknya proporsional dalam menyikapi orang yang suspect atau terpapar COVID-19. Oleh karena itu masyarakat diharapkan bisa menerima kembali orang yang dinyatakan negatif dan/atau dinyatakan sudah sembuh ke tengah masyarakat serta tidak mempelakukannya secara buruk.
(Tribunnews.com/Endra Kurniawan)