Pengamat: Presiden Dapat Keluarkan Perppu Pada Saat Pandemi Corona
Presiden Joko Widodo dapat menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk mengatasi Coronavirus Desease (Covid)-19
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo dapat menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk mengatasi Coronavirus Desease (Covid)-19.
Pernyataan itu disampaikan Pakar Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia, Fahri Bachmid.
"Saatnya Presiden mempertimbangkan opsi state of emergency sesuai prinsip "necessity". Perppu itu untuk situasi darurat, karena virus corona ini," kata dia, saat dihubungi, Selasa (24/3/2020).
Melalui Perppu, dia menjelaskan, presiden dapat mengatasi beberapa hambatan hukum, mengambil kebijakan strategis, dan substansial baik pada sektor keuangan, fiskal, moneter, dan lapangan administrasi publik lainnya.
Baca: Pihak Berwenang Dinilai Lambat Bertindak, Apakah Rusia Siap Menghadapi Covid-19?
Selama ini, kata dia, instrumen hukum normal digunakan mengatasi covid-19, yaitu Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penangulangan Bencana; UU RI No. 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan, UU RI No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, UU RI No. 4 Tahun 1984 Tentang Wabah Penyakit dan Menular, PP RI No. 40 Tahun 1991 Tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular dan Permenkes RI No. 82 Tahun 2014 Tentang Penanggulangan Penyakit Menular dan lain-lain.
"Secara derivatif perlu disediakan fasilitas hukum memadai untuk menerobos dan bekerja secara efektif dalam keadaan situasi genting seperti saat ini. Terutama mengatasi serta menyelesaikan hambatan teknis serta memastikan lembaga-lembaga negara konstitusional tetap bekerja dan berjalan sebagaimana mestinya," kata dia.
Baca: Antisipasi Penyebaran Covid-19, Polres Bangkalan Bubarkan 15 Titik Keramaian
Dia menjelaskan, hal yang perlu diatur salah satunya terkait implementasi Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan, seperti aturan memaksa serta sanksi bagi yang melanggar “social distancing” dan lain-lain.
Selain itu, Perppu tersebut juga nantinya untuk mengatur penundaan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2020 yang akan dilaksanakan pada 23 september 2020.
"Hal tersebut tidak cukup diatur dengan dasar hukum berupa keputusan KPU atau semacam edaran. Ini membutuhkan produk hukum setingkat undang-undang," kata dia.
Untuk kepentingan ini, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009, disebutkan Fahari, ada tiga syarat sebagai parameter adanya kegentingan yang memaksa bagi Presiden untuk menetapkan Perppu.
Pertama, adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan Undang-Undang.
Kedua, Undang-Undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai.
Ketiga, kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat Undang-Undang dengan prosedur biasa, karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.
Dia menambahkan, berdasarkan ketentuan pasal 22 UUD NRI Tahun 1945 memberikan kewenangan kepada presiden untuk secara subjektif “staatsnoodrecht”menilai keadaan negara atau hal ihwal yang terkait negara yang menyebabkan suatu undang-undang tidak dapat dibentuk segera.
"Sedangkan kebutuhan akan pengaturan materil mengenai hal yang perlu diatur sudah sangat mendesak, sehingga pasal 22 UUD Tahun 1945 memberikan kewenangan konstitusional kepada presiden untuk menetapkan Perppu," tambahnya.