Perawat dan Dokter RSUP Persahabatan Dapat Stigma Negatif dari Masyarakat, Sempat Menginap di RS
Para staf medis, termasuk perawat dan dokter Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan sempat mendapat perlakuan diskriminatif dari lingkungan.
Editor: Miftah
TRIBUNNEWS.COM - Para staf medis, termasuk perawat dan dokter Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan sempat mendapat perlakuan diskriminatif dari lingkungan karena menangani pasien Covid-19.
Mereka akhirnya memilih angkat kaki dari indekos dekat rumah sakit tempat mereka bekerja itu.
Informasi terusirnya perawat dan dokter RSUP Persahabatan pertama kali disampaikan oleh Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Harif Fadhillah pada sebuah gelar wicara di Kompas TV beberapa hari lalu.
Informasi tersebut kemudian diunggah oleh jurnalis Kompas TV Sofie Syarief dalam akun Twitter pribadinya, @sofiesyarief.
"Tadi Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia, Pak Harif Fadhillah bilang perawat (dan sejumlah dokter) mulai jadi sasaran stigmatisasi warga. Beberapa cerita masuk soal upaya pengusiran oleh tetangga karena dianggap jadi pembawa virus. Bahkan anak-anaknya jadi sasaran," bunyi cuitan Sofie yang mendulang simpati warganet.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr Daeng M Faqih membenarkan informasi adanya tenaga medis yang menerims stigma negatif karena merawat pasien Covid-19.
Baca: Kabar Baik Jumlah Pasien Positif Corona RSUP Persahabatan Tinggal 17 Orang, Berkurang Hari Demi Hari
Baca: Setelah Pergi dari Indekos, Perawat RSUP Persahabatan Ditawari Tinggal di Hotel hingga Apartemen
"Iya saya dapat laporan seperti itu (dokter mendapat stigma negatif dari masyarakat), rupanya masyarakat takut petugas kesehatan tertular," kata Daeng saat dihubungi Kompas.com, Selasa (24/3/2020).
Direktur RSUP Persahabatan, Rita Rogayah berupaya meluruskan, staf-staf medisnya yang rata-rata perawat bukan diusir tetangga seperti rumor yang berkembang, melainkan terpaksa angkat kaki.
Hal itu disebabkan karena kuatnya stigma tetangga indekos, bahwa para perawat dan dokter itu membawa virus corona.
"Mereka tidak nyaman karena ada stigma, mereka bekerja di RSUP Persahabatan, sebagai rumah sakit infeksi," jelas Rita kepada wartawan, Rabu (25/3/2020).
"Sehingga mereka kalau kembali ke rumah, mereka merasa sepertinya menularkan Covid-19 dan membawa virus ke rumah. Lingkungan itu menstigma mereka itu membawa penyakit," ia menambahkan.
Dicarikan tempat baru
Akibat tak punya tempat tinggal, para perawat dan dokter RSUP Persahabatan itu terpaksa menginap di rumah sakit.
Namun, selepas tiga hari menginap di rumah sakit karena tak punya tempat untuk pulang, mereka kabarnya tengah dicarikan tempat baru.
"Pagi ini saya sudah dapat informasi valid bahwa mereka sudah dicarikan tempat oleh direktur rumah sakit," jelas Harif, Rabu.
Di samping itu, Harif berujar bahwa RSUP Persahabatan turut memfasilitasi mereka dengan tunjangan akomodasi di tempat barunya.
Rita mengonfirmasi hal tersebut.
Ia menyampaikan bahwa ada beberapa donatur yang bersedia menawarkan bantuan akomodasi bagi para petugas medis itu.
"Sudah banyak yang bantu ada hotel, apartemen mereka semua siap membantu memberikan tempat kepada perawat-perawat tersebut. Kami mengucapkan terima kasih," kata Rita.
"Bukan artinya mereka tidak kembali ke kost-nya. Mereka masih bisa tinggal di tempat kost tersebut, cuma kami nanti mencarikan solusinya," lanjut dia.
Tak perlu takut pada perawat
Harif Fadhillah menyatakan bahwa para perawat telah melalui protokol kesehatan yang ketat sebelum pulang dari rumah sakit tempatnya bertugas.
Protokol ketat itu untuk menjamin bahwa para perawat tidak membawa penyakit usai berkontak dengan pasien di rumah sakit.
Protokol yang sama juga berlaku bagi para perawat yang "bertempur" siang-malam di menangani pasien Covid-19 di Indonesia.
"Pertama, ketika sampai ke rumah sakit, juga mereka harus mengganti pakaian yang memang digunakan untuk merawat pasien. Mereka tidak boleh membawa atau memakai pulang pakaian yang mereka kenakan di rumah sakit," terang Harif.
Selain itu, para perawat diharuskan mandi dengan disinfektan di rumah sakit ketika selesai bertugas.
Kemudian, para perawat juga diwajibkan mematuhi prinsip-prinsip pencegahan penularan virus selama perjalanan menuju tempat tinggal.
Harif menyebut, para perawat ibaratnya sudah paham betuk dengan protokol ini guna tidak membawa penyakit dari rumah sakit ke lingkungan sekitarnya.
Pasalnya, sebelum pandemi Covid-19 merebak, mereka juga sudah sering berinteraksi dengan pasien-pasien dengan penyakit menular lain.
Harif beranggapan, masyarakat mestinya malah merasa bersyukur apabila bertetangga dengan perawat di tengah pandemi Covid-19 ini.
Perawat yang tinggal di sebuah lingkungan justru akan banyak memberi bantuan kepada masyarakat berupa edukasi dan informasi penanganan suatu penyakit.
Perawat justru dapat diandalkan sebagai salah satu informan tepercaya di tengah pandemi Covid-19 yang kerap ditumpangi simpang-siur informasi.
"Takutlah sama kerumunan-kerumunan. Harus takut itu, bukan takut sama perawat," ujar Harif.
"Kami perawat pasti memberikan edukasi kepada masyarakat lingkungan sekitarnya. Jadi jangan diusir," tutup dia.
(Kompas.com/Vitorio Mantalean)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Saat Perawat dan Dokter RSUP Persahabatan jadi Korban Stigma Negatif karena Rawat Pasien Covid-19"