Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Physical Distancing? Jangan Sedih, Saatnya Merawat Paru-paru di Tengah Pandemi Covid-19

Belakangan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencanangkan istilah physical distancing atau melakukan jarak fisik.

Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
zoom-in Physical Distancing? Jangan Sedih, Saatnya Merawat Paru-paru di Tengah Pandemi Covid-19
Unsplash, Daily Star
Foto paru-paru rusak milik penderita virus corona kronis 

"Meningkatnya polusi meningkatkan kerentanan terhadap infeksi," kata Dr. Meredith McCormack, juru bicara Asosiasi Paru-paru Amerika atau (American Lung Association and associate professor of pulmonary and critical care) di Universitas Jonh Hopkins.

"Semua hal sama, seseorang yang terpapar polusi udara kemungkinan akan memiliki hasil yang lebih buruk jika mereka terpapar coronavirus."

Baca: Viral Video Wanita dan Anak Kecil Hisap Rokok Herbal Beramai-ramai, Klaim Bisa Cegah Virus Corona

Baca: Ini Perbedaan Kondisi Udara China dan Italia setelah Lockdown, Lebih Bebas Polusi

Sebenarnya pemberlakuan lockdown atau isolasi dan jarak fisik ini memiliki hikmah tersendiri bagi kondisi bumi.

Faktanya banyak foto yang memperlihatkan penurunan tajam polusi udara di sejumlah negara.

McCormack menilai kondisi ini bagus guna mengurangi orang-orang yang sakit karena paparan udara yang buruk.

Biasanya hal itu terjadi ketika tingkat polusi udara di suatu daerah yang tiba-tiba mengalami lonjakan.

Tapi dia mencatat bahwa masih ada wilayah yang memiliki polusi tinggi meski ada anjuran tinggal di rumah karena pandemi corona.

Berita Rekomendasi

"Bahkan dalam pengaturan pandemi ini, masih akan ada daerah yang terpapar tinggi."

Pemandangan gedung bertingkat diselimuti polusi udara di Jakarta, Jumat (30/8/2019). Mengacu pada data gabungan AQMS KLHK dan pemerintah DKI Jakarta, kualitas udara Jakarta berada pada konsentrasi 39,04 ?g/Nm3 atau pada kategori tidak sehat untuk kelompok sensitif. Tribunnews/Jeprima
Pemandangan gedung bertingkat diselimuti polusi udara di Jakarta, Jumat (30/8/2019). Mengacu pada data gabungan AQMS KLHK dan pemerintah DKI Jakarta, kualitas udara Jakarta berada pada konsentrasi 39,04 ?g/Nm3 atau pada kategori tidak sehat untuk kelompok sensitif. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/JEPRIMA)

Seperti halnya terjadi di lingkungan pembangkit listrik dan kilang.

Tentu kegiatan ini dianggap penting dan tidak mungkin ditutup.

Bagaimanapun juga meski saat ini tingkat polusi menurun, tapi paparan pencemaran udara yang kronik tidak bisa dihindari secepat itu.

Bagi beberapa orang yang tinggal dengan papara polusi secara berkala, kondisi sistem pernapasan dan imun kemungkinan terancam.

Masih menurut laporan New York Times, paparan polusi udara kronis sering dikaitkan dengan ras dan kemiskinan.

Di Amerika Serikat, orang kulit berwarna jauh lebih mungkin tinggal di tempat dengan kualitas udara yang buruk.

Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas